Salah satu yang membedakan 'mazahibul arba'ah' (imam hanafi, maliki, syafi'i dan ahmad) dengan fuqoha lainnya adalah sanad, kesinambungan tulisan dan proses berpikir. Mereka punya kerangka metodologi berpikir yang runut dan rapi, tiap ucapan para imam ditulis, dikomentari, dianalisis secara berkesinambungan oleh para alim sesudahnya. Ini pula yang menjadi ciri khas para alim di tanah hindustan.
Daerah yang terkenal dengan para penghafal hadits dan maestro mazhab hanafi ini selalu jadi rujukan para pecinta dunia fiqih yang ingin mengetahui asal mazhab hanafi, sejarah, perkembangan hingga dinamika pemikirannya para ulama hanafiyah.
Salah satu karya fiqih hanafi yang menarik di kaji adalah 'Al Fatawa At Tatar Khaniyah' 20 jilid karya Fariduddin Alam bin Al Ala Al Indarchatiy terbitan maktabah zakariya deoband India. Dalam masalah puasa syawal misalkan penulis menyajikan pendapat imam Hanafi tentang kemakruhan menyambung puasa syawal berturut-turut selama 6 hari atau terpisah (satu hari puasa satu hari tidak dst)
Pernyataan ini kemudian disambung dengan keterangan Abu Yusuf bahwa kemakruhan tersebut semata mata khawatir puasa 6 hari di bulan syawal itu menjadi wajib jika dilakukan secara berturut turut dengan ramadhan. Sama halnya dengan Al Halwani yang mensunnahkan puasa 6 hari syawal asal dipisah dengan tidak berpuasa selama sehari atau 2 hari baru kemudian berpuasa syawal.
Dengan membaca pernyataan para imam mazhab dan murid-muridnya kita bisa mengerti dan memahami proses berpikir dan kehati-hatian para penulis dalam menyajikan pernyataan para imam mazhab. Dengan mengetahui pernyataan murid Abu Hanifah semisal Abu Yusuf atau generasi setelahnya semisal Al Halwani jelaslah Imam Hanafi menjadi salah satu pondasi dalam dunia fiqih karena kesinambungan pernyataan turun ke muridnya, dari muridnya turun terus hingga ke masa kita sekarang. Imam Abu Hanifah Allah yarham.
#ngaji_fiqih_hanafi
oleh : Oki Yosi
Postingan Terkait
Widget dari [ Mukelujauh.blogspot.com ]
