,

,

Kamis, 30 Agustus 2012

www.alhejazi.net: Mengenal Ulama Hijaz Lebih Dekat




Anda ingin lebih dekat mengenal ulama Hijaz, kitab kitab karangan mereka. coba buka website di atas dan gali lebih dalam tentang sejarang kota Hijaz.


Haul Mbah Buyut Samper Ke-III: "Meneladani Perilaku Rasulullah saw"

 

Habib Baqir bin Hasan bin Husein bin Syekh Abu Bakar
Pengasuh Majelis Taklim  
Al Hikmah, Ketitang, Talang, Tegal
 Dibaiat Habib Lutfi Pekalongan untuk meneruskan tongkat stafet perjuangan 
ayah dan saudaranya Habib Hasan dan Habib Qosim


 Kiai Daan
mengajarkan mahabbah pada para keturunan Rosulullah saw serta meneladani perilaku Rosulullah saw

Sekilas Haul Mbah Buyut Samper Ke-III yang dilaksanakan di Padepokan Makam Keputihan Dukuh Wanalaba, Desa Jatilaba, Kec. Margasari, Kab. Tegal pada hari 
Kamis tanggal 23 Agustus 2012 M / 5 Syawal 1433 H Jam 08.00 - 12.00 WIB
dihadiri oleh :
  1. Habib Baqir bin Hasan bin Husein bin Syekh Abu bakar Tegal
  2. Kiai Daan Tegal
  3. Habib Abu Bakar Tegal 
  4. Masyarakat sekitar
 
 Habib Abu Bakar membaca maulid Simthud Duror 
dan dilanjutkan membaca Ratib Al Haddad

Ust. Watam, Kiai Daan dan Habib Baqir

Tim Hadroh mengiringi bacaan maulid Simthud Duror

Rame bener ampe bingung ambil potonya
 nampang dikit Gan .... heheheh

Makasih dah pada mau mampir ke blog ane




Minggu, 26 Agustus 2012

Mursyid Tarekat Syadziliyah Syaikh Abdul Malik


Syaikh Abdul Malik semasa hidupnya memegang dua thariqah besar (sebagai mursyid) yaitu: Thariqah An-Naqsabandiyah Al-Khalidiyah dan Thariqah Asy-Syadziliyah. Sanad thariqah An-Naqsabandiyah Al-Khalidiyah telah ia peroleh secara langsung dari ayah beliau yakni Syaikh Muhammad Ilyas, sedangkan sanad Thariqah Asy-Sadziliyah diperolehnya dari As-Sayyid Ahmad An-Nahrawi Al-Makki (Mekkah).
Dalam hidupnya, Syaikh Abdul Malik memiliki dua amalan wirid utama dan sangat besar, yaitu membaca Al-Qur’an dan Shalawat. Beliau tak kurang membaca shalwat sebanyak 16.000 kali dalam setiap harinya dan sekali menghatamkan Al-Qur’an. Adapun shalawat yang diamalkan adalah shalawat Nabi Khidir AS atau lebih sering disebut shalawat rahmat, yakni “Shallallah ‘ala Muhammad.” Dan itu adalah shalawat yang sering beliau ijazahkan kepada para tamu dan murid beliau. Adapun shalawat-shalawat yang lain, seperti shalawat Al-Fatih, Al-Anwar dan lain-lain.
Beliau juga dikenal sebagai ulama yang mempunyai kepribadian yang sabar, zuhud, tawadhu dan sifat-sifat kemuliaan yang menunjukan ketinggian dari akhlaq yang melekat pada diri beliau. Sehingga amat wajarlah bila masyarakat Banyumas dan sekitarnya sangat mencintai dan menghormatinya.
Beliau disamping dikenal memiliki hubungan yang baik dengan para ulama besar umumnya, Syaikh Abdul Malik mempunyai hubungan yang sangat erat dengan ulama dan habaib yang dianggap oleh banyak orang telah mencapai derajat waliyullah, seperti Habib Soleh bin Muhsin Al-Hamid (Tanggul, Jember), Habib Ahmad Bilfaqih (Yogyakarta), Habib Husein bin Hadi Al-Hamid (Brani, Probolinggo), KH Hasan Mangli (Magelang), Habib Hamid bin Yahya (Sokaraja, Banyumas) dan lain-lain.
Diceritakan, saat Habib Soleh Tanggul pergi ke Pekalongan untuk menghadiri sebuah haul. Selesai acara haul, Habib Soleh berkata kepada para jamaah,”Apakah kalian tahu, siapakah gerangan orang yang akan datang kemari? Dia adalah salah seorang pembesar kaum ‘arifin di tanah Jawa.” Tidak lama kemudian datanglah Syaik Abdul Malik dan jamaah pun terkejut melihatnya.
Hal yang sama juga dikatakan oleh Habib Husein bin Hadi Al-Hamid (Brani, Kraksaan, Probolinggo) bahwa ketika Syaikh Abdul Malik berkunjung ke rumahnya bersama rombongan, Habib Husein berkata, ”Aku harus di pintu karena aku mau menyambut salah satu pembesar Wali Allah.”
Asy-Syaikh Abdul Malik lahir di Kedung Paruk, Purwokerto, pada hari Jum’at 3 Rajab 1294 H (1881). Nama kecilnya adalah Muhammad Ash’ad sedang nama Abdul Malik diperoleh dari ayahnya, KH Muhammad Ilyas ketika ia menunaikan ibadah haji bersamanya. Sejak kecil Asy-Syaikh Abdul Malik telah memperoleh pengasuhan dan pendidikan secara langsung dari kedua orang tuanya dan saudara-saudaranya yang ada di Sokaraja, Banyumas terutama dengan KH Muhammad Affandi.
Setelah belajar Al-Qur’an dengan ayahnya, Asy-Syaikh kemudian mendalami kembali Al-Qur’an kepada KH Abu Bakar bin H Yahya Ngasinan (Kebasen, Banyumas). Pada tahun 1312 H, ketika Syaikh Abdul Malik sudah menginjak usia dewasa, oleh sang ayah, ia dikirim ke Mekkah untuk menimba ilmu agama. Di sana ia mempelajari berbagai disiplin ilmu agama diantaranya ilmu Al-Qur’an, tafsir, Ulumul Qur’an, Hadits, Fiqh, Tasawuf dan lain-lain. Asy-Syaikh belajar di Tanah suci dalam waktu yang cukup lama, kurang lebih selama limabelas tahun.
Dalam ilmu Al-Qur’an, khususnya ilmu Tafsir dan Ulumul Qur’an, ia berguru kepada Sayid Umar Asy-Syatha’ dan Sayid Muhammad Syatha’ (putra penulis kitab I’anatuth Thalibin hasyiyah Fathul Mu’in). Dalam ilmu hadits, ia berguru Sayid Tha bin Yahya Al-Magribi (ulama Hadramaut yang tinggal di Mekkah), Sayid Alwi bin Shalih bin Aqil bin Yahya, Sayid Muhsin Al-Musawwa, Asy-Syaikh Muhammad Mahfudz bin Abdullah At-Tirmisi. Dalam bidang ilmu syariah dan thariqah alawiyah ia berguru pada Habib Ahmad Fad’aq, Habib Aththas Abu Bakar Al-Attas, Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi (Surabaya), Habib Abdullah bin Muhsin Al-Attas (Bogor), Kyai Soleh Darat (Semarang).
Sementara itu, guru-gurunya di Madinah adalah Sayid Ahmad bin Muhammad Amin Ridwan, Sayid Abbas bin Muhammad Amin Raidwan, Sayid Abbas Al Maliki Al-Hasani (kakek Sayid Muhammad bin Alwi Al Maliki Al-Hasani), Sayid Ahmad An-Nahrawi Al Makki, Sayid Ali Ridha.
Setelah sekian tahun menimba ilmu di Tanah Suci, sekitar tahun 1327 H, Asy-Syaikh Abdul Malik pulang ke kampung halaman untuk berkhidmat kepada keduaorang tuanya yang saat itu sudah sepuh (berusia lanjut). Kemudian pada tahun 1333 H, sang ayah, Asy Syaikh Muhammad Ilyas berpulang ke Rahmatullah.
Sesudah sang ayah wafat, Asy-Syaikh Abdul Malik kemudian mengembara ke berbagai daerah di Pulau Jawa guna menambah wawasan dan pengetahuan dengan berjalan kaki. Ia pulang ke rumah tepat pada hari ke- 100 dari hari wafat sang ayah, dan saat itu umur Asy Syaikh berusia tiga puluh tahun.
Sepulang dari pengembaraan, Asy-Syaikh tidak tinggal lagi di Sokaraja, tetapi menetap di Kedung Paruk bersama ibundanya, Nyai Zainab. Perlu diketahui, Asy-Syaikh Abdul Malik sering sekali membawa jemaah haji Indonesia asal Banyumas dengan menjadi pembimbing dan syaikh. Mereka bekerjasama dengan Asy-Syaikh Mathar Mekkah, dan aktivitas itu dilakukan dalam rentang waktu yang cukup lama.
Sehingga wajarlah kalau selama menetap di Mekkah, ia memperdalam lagi ilmu-ilmu agama dengan para ulama dan syaikh yang ada di sana. Berkat keluasan dan kedalaman ilmunya, Syaikh Abdul Malik pernah memperoleh dua anugrah yakni pernah diangkat menjadi Wakil Mufti Madzab Syafi’i di Mekkah dan juga diberi kesempatan untuk mengajar. Pemerintah Saudi sendiri sempat memberikan hadiah berupa sebuah rumah tinggal yang terletak di sekitar Masjidil Haram atau tepatnya di dekat Jabal Qubes. Anugrah yang sangat agung ini diberikan oleh Pemerintah Saudi hanya kepada para ulama yang telah memperoleh gelar Al-‘Allamah.
Syaikh Ma’shum (Lasem, Rembang) setiap berkunjung ke Purwokerto, seringkali menyempatkan diri singgah di rumah Asy-Syaikh Abdul Malik dan mengaji kitab Ibnu Aqil Syarah Alfiyah Ibnu Malik secara tabarrukan (meminta barakah) kepada Asy-Syaikh Abdul Malik. Demikian pula dengan Mbah Dimyathi (Comal, Pemalang), KH Khalil (Sirampog, Brebes), KH Anshori (Linggapura, Brebes), KH Nuh (Pageraji, Banyumas) yang merupakan kiai-kiai yang hafal Al-Qur’an, mereka kerap sekali belajar ilmu Al-Qur’an kepada Syaikh Abdul Malik.
Kehidupan Syaikh Abdul Malik sangat sederhana, di samping itu ia juga sangat santun dan ramah kepada siapa saja. Beliau juga gemar sekali melakukan silaturrahiem kepada murid-muridnya yang miskin. Baik mereka yang tinggal di Kedung Paruk maupun di desa-desa sekitarnya seperti Ledug, Pliken, Sokaraja, dukuhwaluh, Bojong dan lain-lain.
Hampir setiap hari Selasa pagi, dengan kendaraan sepeda, naik becak atau dokar, Syaikh Abdul Malik mengunjungi murid-muridnya untuk membagi-bagikan beras, uang dan terkadang pakaian sambil mengingatkan kepada mereka untuk datang pada acara pengajian Selasanan (Forum silaturrahiem para pengikut Thariqah An-Naqsyabandiyah Al-Khalidiyah Kedung paruk yang diadakan setiap hari Selasa dan diisi dengan pengajian dan tawajjuhan).
Murid-murid dari Syaikh Abdul Malik diantaranya KH Abdul Qadir, Kiai Sa’id, KH Muhammad Ilyas Noor (mursyid Thariqah An-Naqsabandiyah Al-Khalidiyah sekarang), KH Sahlan (Pekalongan), Drs Ali Abu Bakar Bashalah (Yogyakarta), KH Hisyam Zaini (Jakarta), Habib Muhammad Luthfi bin Ali bin Yahya (Pekalongan), KH Ma’shum (Purwokerto) dan lain-lain.
Sebagaimana diungkapkan oleh murid beliau, yakni Habib Luthfi bin Yahya, Syaikh Abdul Malik tidak pernah menulis satu karya pun. “Karya-karya Al-Alamah Syaikh Abdul Malik adalah karya-karya yang dapat berjalan, yakni murid-murid beliau, baik dari kalangan kyai, ulama maupun shalihin.”
Diantara warisan beliau yang sampai sekarang masih menjadi amalan yang dibaca bagi para pengikut thariqah adalah buku kumpulan shalawat yang beliau himpun sendiri, yaitu Al-Miftah al-Maqashid li-ahli at-Tauhid fi ash-Shalah ‘ala babillah al-Hamid al-majid Sayyidina Muhammad al-Fatih li-jami’i asy-Syada’id.”
Shalawat ini diperolehnya di Madinah dari Sayyid Ahmad bin Muhammad Ridhwani Al-Madani. Konon, shalawat ini memiliki manfaat yang sangat banyak, diantaranya bila dibaca, maka pahalanya sama seperti membaca kitab Dala’ilu al-Khairat sebanyak seratus sepuluh kali, dapat digunakan untuk menolak bencana dan dijauhkan dari siksa neraka.
Syaikh Abdul Malik wafat pada hari Kamis, 2 Jumadil Akhir 1400 H (17 April 1980) dan dimakamkan keesokan harinya lepas shalat Ashar di belakang masjid Baha’ul Haq wa Dhiya’uddin, Kedung Paruk Purwokerto.
Disarikan dari Buku Biografi Syeikh Muhammad Abdul Malik bin Muhammad Ilyas, karya Sayid Muhdor, AST/Ft.AST
Silsilah dan Pendidikan
Sudah menjadi tradisi di kawasan Banyumasan kala itu, apabila ada seorang ibu hendak melahirkan, maka dihamparkanlah tikar di atas lantai sebagai tempat bersalin. Suatu saat ada seorang ibu yang telah mempersiapkan persalinannya sesuai tradisi tersebut, namun rupanya sang bayi tidak juga kunjung terlahir. Melihat hal ini, maka sang suami segera memerintahkan istrinya untuk pindah ke tempat tidur dan menjalani persalinan di atas ranjang saja. Tak berapa lama terlahirlah seorang bayi mungil yang kemudian dinamakan Muhammad Ash'ad, artinya Muhammad yang naik (dari tikar ke tempat tidur). Peristiwa ini terjadi di Kedung Paruk Purwokerto, pada hari Jum'at, tanggal 3 Rajab tahun 1294 H. (1881 M.) Nama lengkapnya adalah Muhammad Ash'ad bin Muhammad Ilyas. Kelak bayi mungil ini lebih dikenal sebagai Syeikh Muhammad Abdul Malik Kedung Paruk Purwokerto.

Beliau merupakan keturunan Pangeran Diponegoro berdasarkan ”Surat Kekancingan” (semacam surat pernyataan kelahiran) dari pustaka Kraton Yogyakarta dengan rincian Muhammad Ash’ad, Abdul Malik bin Muhammad Ilyas bin Raden Mas Haji Ali Dipowongso bin HPA. Diponegoro II bin HPA. Diponegoro I (Abdul Hamid) bin Kanjeng Sultan Hamengku Buwono III Yogyakarta. Nama Abdul Malik diperoleh dari sang ayah ketika mengajaknya menunaikan ibadah haji bersama.

Sejak kecil, Abdul Malik memperoleh pengasuhan dan pendidikan secara langsung dari kedua orang tuanya. Setelah belajar al-Qur'an kepada ayahnya, Abdul Malik diperintahkan untuk melanjutkan pendidikannya kepada Kyai Abu bakar bin Haji Yahya Ngasinan, Kebasen, Banyumas.

Selain itu, ia juga memperoleh pendidikan dan pengasuhan dari saudara-saudaranya yang berada di Sokaraja,sebuah kecamatan di sebelah timur Purwokerto. Di Sokaraja ini terdapat saudara Abdul Malik yang bernama Kyai Muhammad Affandi, seorang ulama sekaligus saudagar kaya raya. Memiliki beberapa kapal haji yang dipergunakan untuk perjalanan menuju Tanah Suci.

Ketika menginjak usia 18 tahun, Abdul Malik dikirim ke Tanah Suci untuk menimba ilmu agama. Di sana ia mempelajari berbagai didiplin ilmu agama, seperti Tafsir, Ulumul Qur'an, Hadits, Fiqih, Tasawuf dan lain-lain. Pada tahun 1327 H. Abdul Malik pulang ke kampung halaman setelah kurang lebih 15 tahun belajar di Tanah Haram. Selanjutnya  ia berkhidmat kepada kedua orang tuanya yang sudah sepuh (lanjut usia). Lima tahun kemudian (1333 H.) ayahandanya (Muhammad Ilyas) meninggal dalam usia 170 tahun dan dimakamkan di Sokaraja.

Sepeninggal ayahnya, Abdul Malik muda berkeinginan melakukan perjalanan ke daerah-daerah sekitar Banyumas, seperti Semarang, Pekalongan, Yogyakarta dengan berjalan kaki. Perjalanan ini diakhiri tepat pada seratus hari wafatnya sang ayah. Abdul Malik kemudian tinggal dan menetap di Kedung Paruk bersama ibundanya, Nyai Zainab. Sejak saat ini, ia kemudian lebih dikenal sebagai Syeikh Abdul Malik Kedung Paruk.

Guru-Guru
Syeikh Abdul Malik mempunyai banyak guru, baik selama belajar di Tanah Air maupun di Tanah Suci. Di antara guru-gurunya adalah Syekh Muhammad Mahfudz bin Abdullah at-Tirmisi al-Jawi, Sayyid Umar as-Syatha' dan Sayyid Muhammad Syatha', keduanya merupakan ulama besar Makkah dan Imam Masjidil Haram dan Sayyid Alwi Syihab bin Shalih bin Aqil bin Yahya.

Sebelum berangkat ke tanah Suci, Syeikh Abdul Malik sempat berguru kepada Kyai Muhammad Sholeh bin Umar Darat Semarang, Sayyid Habib Ahmad Fad'aq (seorang ulama besar yang berusia cukup panjang, wafat dalam usia 141 tahun), Habib 'Aththas Abu Bakar al-Atthas; Habib Muhammad bin Idrus al-Habsyi, Surabaya; Sayyid Habib Abdullah bin Muhsin Al-Atthas Bogor.

Sanad Thoriqah Naqsabandiyah Kholidiyah diperolehnya secara langsung dari sang ayah, Syaikh Muhammad Ilyas; sedangkan sanad Thoriqah Sadzaliyah didapatkannya dari Sayyid Ahmad Nahrawi Al-Makki (Mekkah).

Selama bermukim di Makkah, Syeikh Abdul Malik diangkat oleh pemerintah Arab Saudi sebagai Wakil Mufti Madzhab Syafi'i, diberi kesempatan untuk mengajar berbagai ilmu agama termasuk, tafsir dan qira'ah sab'ah. Sempat menerima kehormatan berupa rumah tinggal yang terletak di sekitar Masjidil Haram atau tepatnya di dekat Jabal Qubes.

Menurut beberapa santrinya, Syekh Abdul Malik sebenarnya tinggal di Makkah selama kurang lebih 35 tahun, tetapi tidak dalam suatu waktu. Di samping belajar di tanah Suci selama 15 tahun, ia juga seringkali membimbing jamaah haji Indonesia asal Banyumas, bekerjasama dengan Syeikh Mathar Makkah. Aktivitas ini dilakukan dalam waktu yang relatif lama, jadi sebenarnya, masa 35 tahun itu tidaklah mutlak.

Perjuangan Fisik
Adalah tidak benar, jika para ulama ahli tasawuf disebut sebagai para pemalas, bodoh, kumal dan mengabaikan urusan-urusan duniawi. Meski tidak berpakaian Necis, namun mereka senantiasa tanggap terhadap berbagai kejadian yang ada di sekitarnya. Ketika zaman bergolak dalam revolusi fisik untuk melepaskan diri dari belenggu penjajahan bangsa asing, para ulama ahli Thoriqoh senyatanya juga turut berjuang dalam satu tarikan nafas demi memerdekakan bangsanya.

Pada masa-masa sulit zaman penjajahan Belanda dan Jepang, Syeikh Abdul Malik senantiasa gigih berdakwah. Karena aktivitasnya ini, maka ia pun menjadi salah satu target penangkapan tentara-tentara kolonial. Mereka sangat khawatir pada pengaruh dakwahnya yang mempengaruhi rakyat Indonesia untuk memberontak terhadap penjajah. Menghadapi situasi seperti ini, ia justru meleburkan diri dalam laskar-laskar rakyat. Sebagaimana Pangeran Diponegoro, leluhurnya yang berbaur bersama rakyat untuk menentang penjajahan Belanda, maka ia pun senantiasa menyuntikkan semangat perjuangan terhadap para gerilyawan di perbukitan Gunung Slamet.

Pada masa Gestapu, Syeikh Abdul Malik juga sempat ditahan oleh PKI. Bersamanya, ditangkap pula Habib Hasyim al-Quthban Yogyakarta, ketika sedang bepergian menuju daerah Bumiayu Brebes untuk memberikan ilmu kekebalan atau kesaktian kepada para laskar pemuda Islam. Dalam tahanan ini, Habib Hasyim al-Quthban mengalami shock dan akhirnya meninggal, sedangkan Syekh Abdul Malik masih hidup dan akhirnya dibebaskan.

Kepribadian
Dalam hidupnya, Syeikh Abdul Malik memiliki dua amalan wirid utama dan sangat besar, yaitu membaca al-Qur’an dan Shalawat. Dikenal sebagai ulama yang mempunyai berkepribadian sabar, zuhud, tawadhu dan sifat-sifat kemuliaan yang menunjukan ketinggian akhlakul karimah. Maka amat wajarlah bila masyarakat Banyumas dan sekitarnya sangat mencintai dan menghormatinya.

Syeikh Abdul Malik adalah pribadi yang sangat sederhana, santun dan ramah kepada siapa saja. Beliau juga gemar sekali melakukan silaturrahim kepada murid-muridnya, terutama kepada mereka yang miskin atau sedang mengalami kesulitan hidup. Santri-santri yang biasa dikunjunginya ini, selain mereka yang tinggal di Kedung Paruk maupun di desa-desa sekitarnya seperti Ledug, Pliken, Sokaraja, dukuh waluh, Bojong, juga sanri-santri lain yang tinggal di tempat jauh.

Setiap hari Selasa pagi, dengan bersepeda, naik becak atau dokar, Syeikh Abdul Malik mengunjungi murid-muridnya untuk membagi-bagikan beras, uang dan terkadang pakaian, sambil mengingatkan kepada mereka untuk datang pada acara pengajian Selasanan. Acara ini merupakan  forum silaturrahim bagi para pengikut Thoriqah Naqsyabandiyah Kholidiyah Kedung paruk yang diisi dengan pengajian dan tawajjuhan.

Syeikh Abdul Malik juga dikenal memiliki hubungan baik dengan para ulama dan habaib, Bahkan dianggap sebagai guru bagi mereka, seperti KH Hasan Mangli (Magelang), Habib Soleh bin Muhsin al-Hamid (Tanggul, Jember), Habib Ahmad Bafaqih (Yogyakarta), Habib Husein bin Hadi (Brani, Probolinggo), dan lain-lain.

Termasuk di antara para ulama yang sering berkunjung ke kediaman Syeikh Abdul Malik ini adalah Syeikh Ma’shum (Lasem, Rembang) yang sering mengaji kitab Ibnu Aqil Syarah Alfiyah Ibnu Malik sebagai tabarruk (meminta barakah) kepadanya. Demikian pula dengan Mbah Dimyathi (Comal, Pemalang), KH Kholil (Sirampog, Brebes), KH Anshori  (Linggapura, Brebes), KH Nuh (Pageraji, Banyumas). Para ulama ini merupakan kiai-kiai yang hafal Al-Qur’an, namun tetap belajar ilmu al-Qur’an kepada Syeikh Muhammad Abdul Malik Kedung Paruk.

Sementara itu, murid-murid langsung dari Syeikh Abdul Malik di antaranya adalah KH Abdul Qadir, Kiai Sa’id, KH Muhammad Ilyas Noor (mursyid Thoriqah Naqsabandiyah Kholidiyah), KH Sahlan (Pekalongan), Drs. Ali Abu Bakar Bashalah (Yogyakarta), KH Hisyam Zaini (Jakarta), Habib Muhammad Luthfi bin Ali bin Yahya (Pekalongan), KH Ma’shum (Purwokerto) dan lain-lain.

Selain, menularkan ilmunya kepada santri-santi yang kemudian menjadi ulama dan pemimpin umat, Syeikh Abdul Malik juga memiliki santri-santri dari berbagai kalangan, seperti Haji Hambali Kudus, seorang pedagang yang dermawan dan tidak pernah rugi dalam aktivitas dagangnya dan Kyai Abdul Hadi Klaten, seorang penjudi yang kemudian bertaubat dan menjadi hamba Allah yang shaleh dan gemar beribadah.

Keluarga
Syeikh Muhammad Abdul Malik bin Muhammad Ilyas menikahi tiga orang istri, dua di antaranya dikaruniai keturunan. Istri pertamanya adalah Nyai Hajjah Warsiti binti Abu Bakar yang lebih dikenal dengan nama Mbah Johar. Seorang wanita terpandang, puteri gurunya, K Abu Bakar bin H Yahya Kelewedi Ngasinan, Kebasen. Istri pertama ini kemudian dicerai setelah dikaruniai seorang anak lelaki bernama Ahmad Busyairi (wafat tahun 1953, pada usia sekitar 30 tahun).

Ada sebuah cerita unik tentang putera pertamanya ini. Ahmad Busyairi adalah seorang pemuda yang meninggal dunia sebelum sempat menikah. Suatu hari Syeikh Abdul Malik berkata padanya, ”Nak, besok kamu menikah di surga saja ya?” Mendengar ayahnya bertutur demikian, muka Busyairi terlihat ceria dan hatinya merasa sangat gembira. Beberapa waktu kemudian, ia meninggal sebelum berkesempatan menikah.

Istri kedua Syeikh Abdul Malik adalah Mbah Mrenek, seorang janda kaya raya dari desa Mrenek, Maos Cilacap. Pernikahan ini tidak dikaruniai anak. Istimewanya, suatu hari Syeikh Abdul Malik hendak menceraikannya, namun Mbah Mrenek berkata, ”Pak Kyai, meskipun Panjenengan (Anda) tidak lagi menyukai saya, tapi tolong jangan ceraikan saya. Yang penting saya diakui menjadi istri Anda, dunia dan akhirat.” Mendengar permintaan ini, Syeikh Abdul Malik pun tidak jadi menceraikannya.

Sedangkan istri ketiga-nya adalah Nyai Hj. Siti Khasanah, seorang wanita cantik dan shalihah, tetangganya sendiri. Pernikahan ini, dikaruniai seorang anak perempuan bernama Hj. Siti Khairiyyah yang wafat empat tahun sepeninggal Syekh Abdul Malik. Dari puterinya inilah nasab Syeikh Abdul Malik diteruskan.

Pesan dan Berpulang
Salah seorang cucu Syeikh Abdul Malik mengatakan, ada tiga pesan dan wasiat yang disampaikan Beliau kepada cucu-cucunya. Pertama, jangan meninggalkan shalat. Tegakkan shalat sebagaimana telah  dicontohkan Rasululah SAW. Lakukan shalat fardhu pada waktunya secara berjama'ah. Perbanyak shalat sunnah serta ajarkan kepada para generasi penerus sedini mungkin.

Kedua, jangan tinggalkan membaca al-Qur'an. Baca dan pelajari  setiap hari serta ajarkan sendiri sedini mungkin kepada anak-anak. Sebarkan al-Qur'an di mana pun berada. Jadikan sebagai pedoman hidup dan lantunkan dengan suara merdu. Hormati orang-orang yang hafal al-Qur'an dan qari'-qari'ah serta muliakan tempat-tempat pelestariannya.
  
Ketiga, jangan tinggalkan membaca shalawat, baca dan amalkan setiap hari. Contoh dan teladani kehidupan Rasulullah SAW serta tegakkanlah sunnah-sunnahnya. Sebarkan bacaan shalawat Rasulullah, selamatkan dan sebarluaskan ajarannya.

Pada hari Kamis, 21 Jumadil Akhir 1400 H. yang bertepatan dengan 17 April 1980 M. sekitar pukul 18.30 WIB (malam Jum’at), Syekh Abdul Malik meminta izin kepada istrinya untuk melakukan shalat Isya' dan masuk ke dalam kamar khalwat-nya. Tiga puluh menit kemudian, salah seorang cucunya mengetuk kamar tersebut, namun tidak ada jawaban. Setelah pintu dibuka, rupanya sang mursyid telah berbaring dengan posisi kepala di utara dan kaki di selatan, tanpa sehela nafas pun berhembus.  Syeikh Abdul Malik kemudian dimakamkan pada hari Jum’at, selepas shalat Ashar di belakang Masjid Bahaul Haq wa Dhiyauddin Kedung Paruk, Purwokerto
source: 

Mursyidiy wa Murobbiy Ruhiy Al Habib Lutfi bin Ali

"Beliau Seperti 'Imam Malik' nya para salikin (orang-orang yang menempuh jalan sufistik), tsiqqoh, mutqin, tidak ada keraguan sedikitpun dalam silsilah tarekatnya" (muridmu)

MUHAMMAD LUTHFI BIN ALI BIN YAHYA
Tempat dan tanggal lahir: Pekalongan, 10 November 1946
Pendidikan:
  • Pondok Pesantren Bondokerep, Cirebon, Jawa Barat
  • Belajar ke Hadramaut, Yaman
  • Pondok Pesantren Kliwet Indramayu, Tegal (Kiai Said)
  • Belajar kepada Kiai Muhammad Abdul Malik bin Muhammad Ilyas bin Ali di Purwokerto
Pekerjaan:
  • Rais Am Jam’iyyah Ahlith ath-Thariqah al-Mu’tabaroh an-Nahdliyyah 2005-2010 (periode kedua)
  • Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Jawa Tengah (2005-2010)
  • Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Kota Pekalongan (2005-2010)
  • Paguyuban Antar Umat Beriman (Panutan) Kota Pekalongan
(Majalah TEMPO, 30/XXXVII 15 September 2008)

Maulana Habib Muhammad Lutfi bin Ali bin Yahya dilahirkan di Pekalongan pada hari Senin, pagi tanggal 27 Rajab 1367 H. Bertepatan tanggal 10 November 1947 M.

Nasab Jalur Ibu
Dilahirkan dari seorang syarifah, yang memiliki nama dan nasab: sayidah al Karimah as Syarifah Nur binti Sayid Muhsin bin Sayid Salim bin Sayid al Imam Shalih bin Sayid Muhsin bin Sayid Hasan bin Sasyid Imam ‘Alawi bin Sayid al Imam Muhammad bin al Imam ‘Alawi bin Imam al Kabir Sayid Abdullah bin Imam Salim bin Imam Muhammad bin Sayid Sahal bin Imam Abd Rahman Maula Dawileh bin Imam ‘Ali bin Imam ‘Alawi bin Sayidina Imam al Faqih al Muqadam bin ‘Ali Bâ Alawi.

Nasab Jalur Ayah
Rasulullah Muhammad SAW
Sayidatina Fathimah az-Zahra + Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib
Imam Husein ash-Sibth
Imam Ali Zainal Abiddin
Imam Muhammad al-Baqir
Imam Ja’far Shadiq
Imam Ali al-Uraidhi
Imam Muhammad an-Naqib
Imam Isa an-Naqib ar-Rumi
Imam Ahmad Al-Muhajir
Imam Ubaidullah
Imam Alwy Ba’Alawy
Imam Muhammad
Imam Alwy
Imam Ali Khali Qasam
Imam Muhammad Shahib Marbath
Imam Ali
Imam Al-Faqih al-Muqaddam Muhammd Ba’Alawy
Imam Alwy al-Ghuyyur
Imam Ali Maula Darrak
Imam Muhammad Maulad Dawileh
Imam Alwy an-Nasiq
Al-Habib Ali
Al-Habib Alwy
Al-Habib Hasan
Al-Imam Yahya Ba’Alawy
Al-Habib Ahmad
Al-Habib Syekh
Al-Habib Muhammad
Al-Habib Thoha
Al-Habib Muhammad al-Qodhi
Al-Habib Thoha
Al-Habib Hasan
Al-Habib Thoha
Al-Habib Umar
Al-Habib Hasyim
Al-Habib Ali
Al-Habib Muhammad Luthfi
Masa Pendidikan
Pendidikan pertama Maulana Habib Luthfi diterima dari ayah al Habib al Hafidz ‘Ali al Ghalib. Selanjutnya beliau belajar di Madrasah Salafiah. Guru-guru beliau di Madrasah itu di antaranya:
  • Al Alim al ‘Alamah Sayid Ahmad bin ‘Ali bin Al Alamah al Qutb As Sayid ‘Ahmad bin Abdullah bin Thalib al Athas
  • Sayid al Habib al ‘Alim Husain bin Sayid Hasyim bin Sayid Umar bin Sayid Thaha bin Yahya (paman beliau sendiri)
  • Sayid al ‘Alim Abu Bakar bin Abdullah bin ‘Alawi bin Abdullah bin Muhammad al ‘Athas Bâ ‘Alawi
  • Sayid ‘Al Alim Muhammad bin Husain bin Ahmad bin Abdullah bin Thalib al ‘Athas Bâ ‘Alawi.
Beliau belajar di madrasah tersebut selama tiga tahun.

Perjalanan Ilmiah
Selanjutnya pada tahun 1959 M, beliau melanjutkan studinya ke pondok pesantren Benda Kerep, Cirebon. Kemudian Indramayu, Purwokerto dan Tegal. Setelah itu melanjutkan ke Mekah, Madinah dan dinegara lainnya. Beliau menerima ilmu syari’ah, thariqah dan tasawuf dari para ulama-ulama besar, wali-wali Allah yang utama, guru-guru yang penguasaan ilmunya tidak diragukan lagi.

Dari Guru-guru tersebut beliau mendapat ijazah Khas (khusus), dan juga ‘Am (umum) dalam Da’wah dan nasyru syari’ah (menyebarkan syari’ah), thariqah, tashawuf, kitab-kitab hadits, tafsir, sanad, riwayat, dirayat, nahwu, kitab-kitab tauhid, tashwuf, bacaan-bacaan aurad, hizib-hizib, kitab-kitab shalawat, kitab thariqah, sanad-sanadnya, nasab, kitab-kitab kedokteran. Dan beliau juga mendapat ijazah untuk membai’at.

Silsilah Thariqah dan Baiat
Al Habib Muhammad Luthfi Bin Ali Yahya mengambil thariqah dan hirqah Muhammadiah dari para tokoh ulama. Dari guru-gurunya beliau mendapat ijazah untuk membaiat dan menjadi mursyid. Di antara guru-gurunya itu adalah:

Thariqah Naqsyabandiah Khalidiyah dan Syadziliah al ‘Aliah

Dari Al Hafidz al Muhadits al Mufasir al Musnid al Alim al Alamah Ghauts az Zaman Sayidi Syekh Muhammad Ash’ad Abd Malik bin Qutb al Kabir al Imam al Alamah Sayidi Syekh Muhammad Ilyas bin Ali bi Hamid

• Sanad Naqsyabandiayah al Khalidiyah:
Sayidi Syekh ash’ad Abd Malik dari bapaknya Sayidi Syekh Muhammad Ilyas bin Ali bi Hamid dari Quth al Kabir Sayid Salaman Zuhdi dari Qutb al Arif Sulaiman al Quraimi dari Qutb al Arif Sayid Abdullah Afandi dari Qutb al Ghauts al Jami’ al Mujadid Maulana Muhammad Khalid sampai pada Qutb al Ghauts al Jami’ Sayidi Syah Muhammad Baha’udin an Naqsyabandi al Hasni.

• Syadziliyah :
Dari Sayidi Syekh Muhammad Ash’Ad Abd Malik dari al Alim al al Alamah Ahmad an Nahrawi al Maki dari Mufti Mekah-Madinah al Kabir Sayid Shalih al Hanafi ra.

Thariqah al ‘Alawiya al ‘Idrusyiah al ‘Atha’iyah al Hadadiah dan Yahyawiyah:
• Dari al Alim al Alamah Qutb al Kabir al Habib ‘Ali bin Husain al ‘Athas.
• Afrad Zamanihi Akabir Aulia al Alamah al habib Hasan bin Qutb al Ghauts Mufti al kabir al habib al Iamam ‘Utsman bin Abdullah bin ‘Aqil bin Yahya Bâ ‘Alawi.
• Al Ustadz al kabir al Muhadits al Musnid Sayidi al Al Alamah al Habib Abdullah bin Abd Qadir bin Ahmad Bilfaqih Bâ ‘Alawi.
• Al Alim al Alamah al Arif billah al Habib Ali bin Sayid Al Qutb Al Al Alamah Ahmad bin Abdullah bin Thalib al ‘Athas Bâ ‘Alawi.
• Al Alim al Arif billah al Habib Hasan bin Salim al ‘Athas Singapura.
• Al Alim al Alamah al Arif billah al Habib Umar bin Hafidz bin Syekh Abu Bakar bin Salim Bâ ‘Alawi.

Dari guru-guru tersebut beliau mendapat ijazah menjadi mursyid, hirqah dan ijazah untuk baiat, talqin dzikir khas dan ‘Am.

Thariqah Al Qadiriyah an Naqsyabandiyah:
• Dari Al Alim al Alamah tabahur dalam Ilmu syaria’at, thariqah, hakikat dan tashawuf Sayidi al Imam ‘Ali bin Umar bin Idrus bin Zain bin Qutb al Ghauts al Habib ‘Alawi Bâfaqih Bâ ‘Alawi Negara Bali. Sayid Ali bin Umar dari Al Alim al Alamah Auhad Akabir Ulama Sayidi Syekh Ahmad Khalil bin Abd Lathif Bangkalan. ra.

Dari kedua gurunya itu, al Habib Muhammad Luthfi mendapat ijazah menjadi mursyid, hirqah, talqin dzikir dan ijazah untuk bai’at talqin.


Jami’uthuruq (semua thariqat) dengan sanad dan silsilahnya:
Al Imam al Alim al Alamah al Muhadits al Musnid al Mufasir Qutb al Haramain Syekh Muhammad al Maliki bin Imam Sayid Mufti al Haramain ‘Alawi bin Abas al Maliki al Hasni al Husaini Mekah.

Dari beliau, Maulana Habib Luthfi mendapat ijazah mursyid, hirqah, talqin dzikir, bai’at khas, dan ‘Am, kitab-kitab karangan syekh Maliki, wirid-wirid, hizib-hizib, kitab-kitab hadis dan sanadnya.

Thariqah Tijaniah:
• Al Alim al Alamah Akabir Aulia al Kiram ra’su al Muhibin Ahli bait Sayidi Sa’id bin Armiya Giren Tegal. Kiyai Sa’id menerima dari dua gurunya; pertama Syekh’Ali bin Abu Bakar Bâsalamah. Syekh Ali bin Abu Bakar Bâsalamah menerima dari Sayid ‘Alawi al Maliki. Kedua Syekh Sa’id menerima langsung dari Sayid ‘Alawi al Maliki.

Dari Syekh Sa’id bin Armiya itu Maulana Habib Luthfi mendapat ijazah, talqin dzikir, dan menjadi mursyid dan ijazah bai’at untuk khas dan ‘am.

Kegiatan-kegiatan
Bersama Habib Umar
• Pengajian Thariqah tiap jum’at Kliwon pagi (Jami'ul Usul thariq al Aulia).
• Pengajian Ihya Ulumidin tiap Selasa malam.
• Pengajian Fath Qarib tiap Rabu pagi(husus untuk ibu-ibu)
• Pengajian Ahad pagi, pengajian thariqah husus ibu-ibu.
• Pengajian tiap bulan Ramadhan (untuk santri tingkat Aliyah).
• Da’wah ilallah berupa umum di berbagai daerah di Nusantara.
• Rangakain Maulid Kanzus (lebih dari 60 tempat) di kota Pekalongan dan daerah sekitarnya. Dan kegiatan lainnya.

Jabatan Organisasi
• Ra’is ‘Am jam’iyah Ahlu Thariqah al Mu’tabarah an Nahdiyah.
• Ketua Umum MUI Jawa Tengah dll.

source:

Kamis, 23 Agustus 2012

GURUKU KH. MAHFUDZ ASIRUN


KH Mahfudz Asirun adalah salah seorang Alumni Pondok Pesantren an-Nida al-Islamy Bekasi Timur pimpinan Syekh Muhammad Muhajirin bin Amsar ad-Dari. KH Mahfudz adalah anak ke-2 dari KH Asirun bin H Selong. Ayah beliau adalah seorang guru ngaji di Duri Kosambi, Cengkareng Jakarta Barat, sementara kakeknya H. Selong dikenal sebagai Tokoh Masyarakat Cengkareng pada masanya. 



KH Mahfudz lahir di Jakarta pada Tanggal Lahir : 1 Maret 1954. Diterima menjadi Capeg pada tahun 1984, mengikuti Diklat Prajab pada tahun yang sama di Krawang Jawa Barat dan setahun kemudian menerima SK PNS. Beliau diangkat PNS ketika masih sebagai santri di Pondok Pesantren. Selama lebih dari 10 tahun beliau mengajar di Almamaternya. Kemudian mutasi ke Tangerang. 

Profil beliau adalah Akomodatif, Credible, Accountable, Acceptable, Competence, terbuka dan demokratis, adalah figur beliau sebagai menejer dari lembaga pendidikan keagamaan Al Itqon, sehingga amanah dari umat dapat beliau emban dan wujudkan secara konkret berupa bangunan dan fasilitas dari Pondok Pesantren dan Pondok Pesantren Al Itqon, yang terus bertambah sejalan dengan bertambahnya jamaah dan santri Al Itqon. 

Berbagai Kitab Salaf sebagai kitab kajian beliau sangat beragam dan multidisipliner bidang kajian yang beliau kuasai dan beliau tularkan kepada Jam’iyah Pondok Pesantren dan Santri-santri Pondok. “Jam Kerja” beliau sepenuhnya untuk umat, mulai dari menjelang Shalat Subuh sampai mendekati Shalat Subuh kembali, sampai-sampai status PNS beliau tanggalkan mulai tahun 2005 padahal masa pensiun beliau masih panjang, tahun 2014/2015, semuanya karena kecintaan dan “hobby” beliau terhadap Jam’iyah/Santri dan Majelis/ Madrasah serta lingkungan pendidikan keagamaan dan kemasyarakatan. 

Beliau menikah dengan Ustadzah Hj. Aan Kurniasih binti H. M. Arpandi, lahir di Jakarta, pada tanggal 30 Agustus 1966. Menikah dengan KH Mahfudz Asirun pada tanggal 1 Sya’ban 1406 Hijriyah atau bertepatan pada tanggal 16 April 1986, sekarang telah dikaruniai 6 orang anak Auzai Anwari, Ulfiatul Abidah, Rohbie Surohbiel, Kayis Syamila, Albi Syarah dan Da’i. Selain sebagai pengajar tetap di Pondok Pesantren Al Itqon, Madrasah Aliyah, Madrasah Diniyah di lingkungan Pondok Pesantren Al Itqon, beliau aktif menjadi pembina/mengisi Pondok Pesantren-Pondok Pesantren di lingkungan Pondok Pesantren.


Jumat, 17 Agustus 2012

DOODLE GOOGLE SPESIAL KEMERDEKAAN RI KE-67

Hari ini gue bangga ternyata Mbah Google bikin doodles khusus edisi 17 agustus an demi menyemarakan semangat kemerdekaan RI ke-67, makasih yang mbah Google.

Neh preview nya bro
Ne beberapa doodles edisi tahun lalu
kalo gue suka ma yang gambar panjat pinangnya


Sejarah Doodle

Doodles are the fun, surprising and sometimes spontaneous changes that are made to the Google logo to celebrate holidays, anniversaries and the lives of famous artists, pioneers and scientists.

How did the idea for doodles originate?

In 1998, before the company was even incorporated, the concept of the doodle was born when Google founders Larry and Sergey played with the corporate logo to indicate their attendance at the Burning Man festival in the Nevada desert. They placed a stick figure drawing behind the 2nd "o" in the word Google, and the revised logo was intended as a comical message to Google users that the founders were "out of office". While the first doodle was relatively simple, the idea of decorating the company logo to celebrate notable events was born.
Two years later, in 2000, Larry and Sergey asked current webmaster Dennis Hwang, an intern at the time, to produce a doodle for Bastille Day. It was so well received by our users that Dennis was appointed Google's chief doodler, and doodles started showing up more and more regularly on the Google homepage. In the beginning, the doodles mostly celebrated familiar holidays; nowadays, they highlight a wide array of events and anniversaries from the Birthday of John James Audubon to the Ice Cream Sundae.
Over time, the demand for doodles has risen in the US and internationally. Creating doodles is now the responsibility of a team of talented illlustrators (we call them doodlers) and engineers. For them, creating doodles has become a group effort to enliven the Google homepage and bring smiles to the faces of Google users around the world.

How many doodles has Google done over the years?

The team has created over 1,000 doodles for our homepages around the world.

Who chooses what doodles will be created and how do you decide which events will receive doodles?

A group of Googlers get together regularly to brainstorm and decide which events will be celebrated with a doodle. The ideas for the doodles come from numerous sources, including Googlers and Google users. The doodle selection process aims to celebrate interesting events and anniversaries that reflect Google's personality and love of innovation.

Who designs the doodles?

There is a team of illustrators (we call them doodlers) and engineers that are behind each and every doodle you see.

How can Google users/the public submit ideas for doodles?

The doodle team is always excited to hear ideas from users - they can email proposals@google.com with ideas for the next Google doodle. The team receives hundreds of requests every day, so we unfortunately can't respond to everyone. But rest assured that we're reading them :)

Kamis, 16 Agustus 2012

Sy'ir Padang Wulan

“ SYI'IR PADANG BULAN ”
Oleh: Maulanaa AlHabib Muhammad Luthfi bin Yahya


اللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا وَمَوْلاَنَا مُحَمَّدٍ
عَدَدَ مَا فِي عِلْمِ اللهِ صَلاَةً دَائِمَةً بِدَوَامِ مُلْكِ اللهِ


 [Allohumma Sholli wa Sallim 'alaa sayyidinaa wa maulanaa Muhammadin] 2X

['Adada maa fii 'ilmillahi Sholatan daaimatan bidawaami mulkillaahi] 2X

[Padang bulan, padange koyo rino.

Rembulane sing ngawe-awe] 2X

Ngelengake, ojo turu sore.

[Kene tak critani, kanggo sebo mengko sore] 2X



[Iki dino, ojo lali lungo ngaji

Takon marang, Kyai Guru kang pinuji] 2X

Enggal siro, ora gampang kebujuk syetan

[Insya Alloh, kito menang lan kabegjan] 2X



[Lamun wong tuwo, Lamun wong tuwo keliru mimpine

Ngalamat bakal, Ngalamat bakal getun mburine] 2X

Wong tuwo loro, kundur ing ngarso pengeran

[Anak putune, rame rame rebutan warisan] 2X



[Wong tuwa loro, ing njero kubur anyandang susah

Sebab mirsani, putera puterine ora ngibadah (dho pecah belah)] 2X

Kang den arep-arep, yoiku turune rahmat

[Jebul kang teka - Jebul kang teka, nambahi fitnah] 2X



[Jaman kepungkur, ono jaman jaman buntutan

Esuk-esuk, rame rame luru ramalan] 2X

Gambar kucing, dikira gambar macan

[Bengi diputer - bengi diputer, metu wong edan] 2X



[Kurang puas kurang puas, luru ramalan

Wong ora waras wong ora waras, dadi takonan] 2X

Kang ditakoni, ngguyu cekaka’an

[Jebul kang takon - jebul kang takon, wis ketularan] 2x

اللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا وَمَوْلاَنَا مُحَمَّدٍ
عَدَدَ مَا فِي عِلْمِ اللهِ صَلاَةً دَائِمَةً بِدَوَامِ مُلْكِ اللهِ

Thariqat dan Doa-doa Gus Dur 2 (Habis)

PADA AWALNYA, shalawat atas Nabi dianggap sebagai doa bagi Nabi, karena kecintaan kepadanya. Akan tetapi dalam perjalanannya ia kemudian dipandang sebagai puji-pujian dan penghormatan untuk Nabi yang hidup di samping Tuhan. Praktik ini memperoleh legitimasi dari kitab suci Al-Qur’an.
Tuhan mengatakan, “Jika engkau mencintai Tuhan, maka ikutilah Nabi. Maka Tuhan akan mencintaimu," Dan bukan hanya manusia yang dianjurkan Tuhan untuk membaca salawat (penghormatan) untuknya, melainkan juga Tuhan sendiri dan para Malaikat. Tuhan mengatakan :
إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِى يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا صَلُّو عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيْماً

“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (Q.S. Al-Ahzab [33]:56).

Shalawat dianggap syarat penting agar doa dikabulkan. “Permohonan (doa) akan dianggap berada di luar pintu langit sampai orang yang berdoa itu mengucapkan shalawat untuk Nabi.”

Penyair Turki abad pertengahan, Asyiq Pasha, mengingatkan orang-orang senegerinya tentang eksistensi primordial Nabi Muhammad saw, yang menjadi suatu segi yang begitu penting dalam profetologi mistikal:

Adam masih berupa debu dan lempungMuhammad telah menjadi NabiDia telah dipilih TuhanUcapkan shalawat untuknya(Annemarie, Dan Muhammad adalah Utusan Tuhan, hlm. 145).

Kaum sufi di manapun berada selalu membaca shalawat berkali-kali baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama dalam jama’ah (kumpulan/kelompok), untuk mengantarkan permohonannya kepada Tuhan. Mereka gemar sekali menyenandungkan do’a shalawat itu dalam bentuk puisi-puisi yang indah. Annemarie Schimmel, pakar mistisisme Islam, pengagum berat Ibn Arabi dan Rumi, menginformasikan bahwa di beberapa kalangan Afrika Utara orang bisa  mendatangi pertemuan-pertemuan shalawat di mana orang itu ikut serta dalam doa bersama untuk Nabi dan berharap agar permintaan yang diucapkan dalam pertemuan semacam itu akan segera dikabulkan. Salah satu do’a shalawat yang popular di sana adalah Doa Pelipur Cordova. (Annemarie, hlm. 143).

“Wahai Allah, berkahilah dengan berkah yang istimewa tuan kami, Muhammad, yang olehnya segala kesulitan terpecahkan, segala kesedihan terhiburkan, segala masalah terselesaikan, yang melaluinya hal yang diinginkan dapat dicapai dan yang dari air mukanya yang mulia awan meminta hujan, dan berkahilah keluarganya dan sahabat-sahabatnya”.

Betapa pentingnya shalawat atas Nabi saw untuk mengawali do’a kepada Tuhan, mengingatkan saya pada Qasidah Burdah, karya sufi penyair Imam Bushairi. Bushiri, sastrawan sufi legendaries abad ke 13, menulis kasidah ini ketika dia mengalami sakit berkepanjangan, stroke.

Sepanjang hari sepanjang malam dia berdoa sampai begitu lelah dan tertidur. Suatu malam ia bermimpi bertemu nabi. Nabi yang mulia mengusapkan tangannya ke wajah Bushairi lalu menyerahkan selendangnya (burdah). Bushairi terjaga dari mimpinya dan melihat dirinya tak lagi sakit.  Semula kumpulan Nazham (puisi-sajak) dengan akhir huruf mim (karena itu biasa disebut ;  Al-Mimiyah) diberi judul panjang: Al-Kawakib al-Durriyyah fi Mad-hi Khairi al-Bariyyah (Bintang-Gemintang berpendar gemerlap yang memuji Manusia Paripurna). Akan tetapi karena terlalu panjang hingga menyulitkan orang menyebut dan mengingatkannya, maka diambillah kata “Al-Burdah al-Bushiri” (selimut atau selendang).

Ketika saya di ke Iskandariyah, Mesir, tahun 1982, saya menyempatkan diri ziarah dan berdo’a di pusara penyair sufi besar ini, tidak jauh dari makam sufi besar; Said Mursi. Di pesantren, saya sempat menghapalnya meski serba sedikit. Tetapi banyak santri yang hapal di luar kepala. Di Universitas Kairo, kasidah ini diajarkan pada setiap hari Kamis dan Jum’at.

Di bawah ini adalah beberapa saja dari bait puisi Bushairi yang seluruhnya berisi 160 bait, yang masih saya hapal. Sebuah Puisi yang memperlihatkan kerinduan Bushairi kepada Nabi Saw. Kasidah ini didendangkan dengan bahar(nada dan ritme) Basith : Mustaf’ilun fa’ilun.

أَمِنْ تَذَكُّرِ جِيْرَانٍ بِذِى سَــــلَمٍ    مَزَجْتَ دَمْعًا جَرَى مِنْ مُقْلَةٍ بِـــدَمِ
أَمْ هبَّتِ الرِّيْحُ مِنْ تِلْقَاءِ كَاظِمَـــةٍ    وأَوْمَضَ الْبَرْقُ فِي الظَّلْمَاءِ مِنْ إِضَـمِ
فَمَا لِعَيْنَيْكَ إِنْ قُلْتَ اكْفُفَا هَمَتَــا    وَمَا لِقَلْبِكَ إِنْ قُلْتَ اسْتَفِقْ يَهِــــمِ
أَيَحْسَبُ الصَّبُّ أنَّ الْحُبَّ مُنْكَتِـــمٌ    مَا بَيْنَ مُنْسَجِمٍ مِنْهُ وَمُضْطَّــــــرمِ
لَوْلَا الْهَوَى لَمْ تُرِقْ دَمْعاً عَلَى طَـلَلٍ    وَلَا أرقْتَ لِذِكْرِ البَانِ والعَلــــمِ
فَكَيْفَ تُنْكِرُ حُبّاً بَعْدَ مَا شَــهِدتْ    بِهِ عَلَيْكَ عَدُوْلُ الدَّمْعِ وَالسَّــــقَمِ
وَأَثْبَتَ الوَجْدُ خَطَّيْ عَبْرةٍ وَضَــنىً    مِثْلَ البَهَارِ عَلى خَدَّيْكَ وَالْعَنَــــمِ
نَعَمْ سَرَى طَيْفُ مَنْ أَهْوَى فَأَرَّقَـنِي    وَالْحُبُّ يَعْتَرِضُ اللَّذَّاتَ بِالْأَلَــــمِ
يَا لَائِمِي فِي الْهَوَى الْعُذرٍيِّ مَعْذِرَةً    مِنِّي إِلَيْكَ وَلَوْ أَنْصَفْتَ لَمْ تَلُــــمِ

Aduhai, apakah karena kau rindu
pada tetangga di kampung Dzi Salam
Air bening menetes satu-satu
Dari sudut matamu
Bercampur darah

Ataukah karena semilir angin
yang berhembus
dari Kadhimah
Dan kilatan cahaya
dalam pekat malam

Apakah kekasih mengira
Api cinta yang membara di dada
Dapat dipadamkan air mata?
Andai bukan karena cinta
Puing-puing tak mungkin basah airmata

Andai bukan karena cinta
Matamu tak mungkin jaga sepanjang malam
Membayangkan keindahan gunung gemunung
Dan semerbak pohon kesturi
Dan tinggi semampai pohon pinus

Mana mungkin kau ingkari cintamu
Padahal ada saksi menyertaimu
Ketika air matamu berderai-derai
Dan kau jatuh sakit begitu memelas
Dukamu menggoreskan
Tetes air mata dan luka
Bagai mawar kuning dan merah
Pada dua pipimu yang ranum

Ya, aku melihat kekasihku
Berjalan ketika malam muram
Hingga mataku selalu terjaga
Cinta telah mengganti riang jadi nestapa


Seluruh do’a, dzikir dan shalawat atas Nabi ditujukan kepada Allah, hanya kepada Dia, tidak kepada yang lain, termasuk tidak kepada Nabi Muhammad Saw. Karena hanya Dialah Pemilik segala, hanya Dialah Penguasa atas semesta raya dan hanya Dialah Yang mengabulkan segala permohonan hamba-hamba-Nya.

Dialah Titik Pusat dari segala. Pengaduan kepada manusia, siapapun dia, akan kegundahan dan curahan hati karena kemelut hidup yang acap kali datang menghempaskan jiwa dan pikiran, seringkali mengecewakan. Mereka tak mampu memberi jalan terang, dan tak bisa menjawab kebutuhan-kebutuhan yang terus dan terus mengalir bagai air yang sangat deras. Mereka acapkali juga sibuk dengan urusan dan kegalauannya sendiri-sendiri. Mereka juga membutuhkan kepentingan hidup yang juga terus mengejar mereka siang dan malam. Tetapi tidak bagi Tuhan. Dia tidak membutuhkan apa-apa dan siapa-siapa. Sebaliknya Dialah Yang selalu Memberi. Dia bahkan amat senang jika hamba-hamba-Nya meminta.

Gus Dur pastilah sangat mengenal bait-bait puisi Burdah al-Bushiri di atas, bahkan sebagian atau semuanya mungkin dihapal dengan baik. Saya meyakini hal itu pada Gus Dur, karena kedua Qasidah Burdah di atas amat popular di kalangan para santri.
Mereka menghapalnya lalu mendendangkannya dengan nada-nada lagu yang indah dalam acara-acara yang relevan. Hal yang sama juga dilakukan mereka dalam Burdah Madaih atau Na’tiyah, karya Ka’ab bin Zuhair. Burdah ini berisi penghormatan dan pujian kepada Nabi. Ia dikenal dengan Qasidah “Banat Su’ad” (putri-putri Su’ad). Ini karena Qasidah Burdah yang terdiri dari 58 bait ini diawali dengan kalimat :
بانتْ سُعادُ  فقلبي اليومَ متبولُ ...      مُتيمٌ إثرها، لْم يُفدَ مكبُولُ

Ka'ab Bin Zuhair, adalah seorang penyair terkenal pada masanya. Ia suka sekali mencacimaki Nabi. Sikap itu membuat hidupnya jadi galau. Ia lalu menemui Nabi dan menyanyikan kasidah tersebut di hadapan beliau. Nabi begitu senang mendengarnya, lalu memberinya selendang (burdah) yang sedang dikenakannya. Kiai Sa’id Aqil Siraj, ketua umum PBNU, sering menyanyikan puisi-puisi ini manakala memberikan pengajian umum di berbagai pesantren dan pada komunitas warganya: Nahdlatul Ulama. Ia hapal di luar kepala kedua qasidah burdah itu.

Sebagian orang, sebut saja antara lain kelompok Wahabi di Saudi Arabia, menyebut “tawassul” dengan salawat seperti ini sebagai praktik kemusyrikan (menyekutukan Tuhan). Tawassul, menurut mereka berarti meminta kepada manusia, meskipun ia seorang Nabi dan kekasih-Nya, bukan kepada Tuhan. Kita telah maklum Wahabi adalah kelompok tekstualis. Mereka memaknai segala teks secara harfiyah, dan tidak setuju dengan pemaknaan metaforis (majaz) dan aforisme-aforisme sufistik. Biarkan saja, tak mengapa. Itu hak mereka. Dan itu menunjukkan batas pengetahuan mereka. Tetapi kita tentu amat menyesalkan bila kemudian mereka memaksakan pandangannya kepada orang lain, melalui cara-cara kekerasan, “hate speech” atau bahkan dengan menghunuskan pedang atau meledakkan bom.

Tawassul dan do’a-do’a Gus Dur itu kini telah menyebar di mana-mana, dikasetkan , di CD kan, di Youtube kan, atau disimpan di HP, diputar berulang-ulang, didengarkan dengan penuh khusyu’ di kendaraan-kendaraan pribadi, dan dilantunkan para pengagumnya di berbagai kesempatan menghormat atau mendiskusikan Gus Dur. Beliau menyanyikannya dengan nada-nada elegi dini yang sendu, bagai sembilu yang menyayat-nyayat qalbu. Bait-bait do’a, salawat dan tawasul yang disenandungkan Gus Dur itu sesungguhnya tidaklah asing bagi para santri. Ia telah berabad ditembangkan di pesantren-pesantren dan surau-surau. Suara Gus Dur memang tak semerdu suara Hadad Alwi atau Abdul Halim Hafiz, penyanyi kondang dari Mesir atau lainnya. Tetapi lantunan Gus Dur, meski  bersahaja, terasa memiliki makna keindahan mitis dan magis yang menghunjam qalbu dan menyimpan rindu-rindu. Ini tentu karena Gus Dur melantunkannya dengan suara hatinya yang bening dan ketulusan cintanya yang penuh.

Di bawah ini adalah doa-doa yang selalu dibaca Gus Dur di samping do’a-do’a yang lain. Semua orang pesantren dan kaum Nahdliyyin mungkin sudah tahu atau bahkan hapal doa-doa itu. Doa-doa ini seluruhnya mengandung permohonan ampunan Tuhan. Do’a pertobatan yang secara literal berarti kembali kepada Tuhan. Ada juga di dalamnya yang memohon petunjuk ke arah jalan lurus (amal saleh) dan anugerah ilmu yang bermanfaat. Sebagian ada yang diawali dengan tawassul melalui Al-Musthafa, Nabi Muhammad Saw. Doa yang terakhir konon ditulis oleh Abu Nawas, sang cendikiawan dan sastrawan terkemuka yang jenaka tetapi amat cerdas itu. Hampir semua orang mengenal cerita-cerita jenaka orang ini dan mendongengkannya kepada anak-anak mereka, terutama menjelang tidur. Ia, ketika muda, konon, pernah menjalani kehidupan glamor, mabuk dan urakan, tetapi cara itu kemudian disadarinya akan mencelakakannya kelak. Tahun-tahun terakhir hidupnya Abu Nawas bertobat dan menjalani hidupnya sebagai seorang zahid, asketik.

Dengan doa-doa itu, kita tentu paham bahwa Gus Dur selalu mohon ampunan kepada Tuhan. Para Nabi, orang-orang arif, kaum sufi dan orang-orang yang rendah hati setiap hari mohon ampunan-Nya, ratusan dan ribuan kali.

Doa Pertobatan 1
مَوْلاَىَ صَلِّ وَسَلِّمْ دَائِمًا اَبَدًا
عَلَى حَبِيْبِكَ خَيْرَ الْخَلْقِ كُلِّهِمِ
يَا رَبِّ بِالْمُصْطَفَى بَلِّغْ مَقَاصِدَنَا
وَاغْفِرْ لَنَا مَا مَضَى يَا وَاسِعَ اْلكَرَمِ
هُوَ الْحَبِيْبُ الَّذِى تُرْجَى شَفَاعَتْهُ
لِكُلِّ هَوْلٍ مِنَ الْاَهْوَالِ مُقْتَحِمِ

Wahai Tuhanku,
Anugerahi kedamaian dan keselamatan
Selama-lamanya
Pada sang kekasih-Mu : Ahmad
Ciptaan-Mu yang  terbaik dari semuanya
Berkat al Musthafa, sampaikan maksud-maksudku
Ampunilah dosa-dosa yang lewat
Wahai Yang Maha Mulia

Al-Musthafa, dialah sang kekasih
Pertolongannya diharap-harap
Bagi setiap kegelisahan yang memuncak

Do’a Pertobatan 2 

إِلَهِى لَسْتُ لِلْفِرْدَوْسِ أَهْلاً
وَلَا أَقْوَى عَلَى نَارِ الْجَحِيْمِ
فَهَبْ لِى تَوْبَةً وَاغْفِرْ ذُنُوْبِى
فَإِنَّكَ غَافِرُ الذَّنْبِ اْلعَظِيْمِ
ذُنُوْبِى مِثْلُ عْدَادِ الرَّمَالِ
فَهَبْ لِى تَوْبَةً يَا ذَالْجَلاَ لِ
وَعُمْرِى نَاقِصٌ فِى كُلِّ يَوْمٍ
وَذَنْبِى زَائِدٌ كَيْفَ احْتِمَالِى
إِلَهِى عَبْدُ كَ اْلعَاصِىِى أَتَاكَ
مُقِرًّا بِالذُّنُوْبِ وَقَدْ دَعَا كَ
وَاِنْ تَغْفِرْ فَأَ نْتَ لِذَاكَ أَهْلٌ
وَاِنْ تَطْرُدْ فَمَنْ نَرْجُو سِوَاكَ
Wahai Tuhanku
Aku bukan orang yang pantas tinggal di surga-Mu
Tetapi aku juga tak sanggup di neraka-Mu
Anugerahi aku kemampuan kembali pada-Mu
Dan ampuni dosa-dosaku
Karena hanya Engkaulah
Satu-satunya yang bisa memberi ampun
dosa-dosa besar

Dosa-dosaku bak jumlah butir pasir di bumi
Anugerahi aku kemampuan kembali pada-Mu
Wahai Yang Maha Agung

Umurku berkurang setiap hari
Tetapi dosaku bertambah-tambah saja
Bagaimana aku sanggup menanggungnya

Wahai Tuhanku,
Hamba-Mu yang berdosa
Telah datang, telah datang
Mengakui begitu banyak dosa
Dan ia telah sungguh-sungguh meminta-Mu

Bila Engkau mengampuniku
Karena hanya Engkaulah yang bisa mengampuni
Tetapi bila Engkau menolakku
Kepada siapa lagi aku bisa berharap

Do’a (3) 
Pertobatan, Amal saleh dan Ilmu Yang bermanfaat

أَسْتَغْفِرُ اللهْ رَبَّ الْبَرَايَا    أَسْتَغْفِرُ اللهْ مِنَ الْخَطَايَ
رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا نَافِعَا        وَوَفِّقْنِي عَمَلاً صَالِحَا

Aku mohon ampunan Tuhan
Dari segala kesalahan
Aku mohon ampunan Tuhan
Tuhan seluruh ciptaan-Nya
Tunjuki aku kerja yang baik
Tuhanku,
Tambahi aku pengetahuan yang berguna
Dalam berbagai kesempatan bersama Gus Dur, manakala diminta berdoa, beliau seringkali berdoa ini :
رَبَّنَا آتِنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً . إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ

“Wahai Tuhan kami! Anugerahilah kami rahmat dari sisi-Mu dan tuntunlah kami pada jalan keselamatan.” (Q.S. al-Kahfi, [18]:10) dan diakhiri dengan do’a paling popular:
رَبَّنَا آتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

“Wahai Tuhan, anugerahi kami kebaikan hidup di dunia dan kebaikan hidup di akhirat, dan lindungi kami dari siksa neraka”.(Q.S. Al-Baqarah, [2]:201).

Oleh: Husein Muhammad, Pengasuh Pesantren Dar al-Tauhid Cirebon, Jawa Barat
source: NU ON LINE.CO.ID

Rabu, 15 Agustus 2012

Prediksi Lebaran Menurut Berbagai Kriteria

Mohon Ijin Copas Ya pak Toha 

1. Menurut Kriteria Rukyat Hilal ( Teori Visibilitas Hilal )
Teori Visibilitas Hilal terbaru telah dibangun oleh para astronom dalam proyek pengamatan hilal global yang dikenal sebagai Islamic Crescent Observation Project (ICOP) berpusat di Yordania berdasar pada sekitar 700 lebih data observasi hilal yang dianggap valid. Teori ini menyatakan bahwa hilal hanya mungkin bisa dirukyat jika jarak sudut Bulan dan Matahari minimal 6,4° (sebelumnya 7°) yang dikenal sebagai "Limit Danjon". Kurva Visibilitas Hilal sebagai hasil perhitungan teori tersebut mengindikasikan bahwa untuk wilayah sekitar Katulistiwa (Indonesia) hilal baru mungkin dapat dirukyat menggunakan mata telanjang minimal pada ketinggian di atas 6°. Di bawah itu hingga ketinggian di atas 4° diperlukan alat bantu penglihatan seperti teleskop dan sejenisnya.
Melihat lokasi Indonesia menurut peta visibilitas di atas sesuai dengan teori visibilitas hilal maka seluruh wilayah  Indonesia  mungkin hilal dapat dirukyat pada hari rukyat sore setelah Matahari terbenam. Sehingga menurut kriteria ini awal bulan akan jatuh pada:
 
Ahad, 19 Agustus 2012
 
Nahdlatul Ulama (NU) yang menggunakan rukyat sebagai dasar penentuan awal bulan masih mengakui  kesaksian rukyat asalkan ketinggiannya di atas batas imkanurrukyat 2° bahkan hanya dengan mata telanjang. Sementara dalam penyusunan kalendernya NU menggunakan kriteria imkanurrukyat 2° tanpa syarat elongasi dan umur Hilal.
 
2. Menurut Kriteria Hisab Imkanur Rukyat
Pemerintah RI melalui pertemuan Menteri-menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia dan Singapura (MABIMS) menetapkan kriteria yang disebut Imkanurrukyat yang dipakai secara resmi untuk penentuan awal bulan bulan pada  Kalender Islam negara-negara tersebut yang menyatakan :  
 
Hilal dianggap terlihat  dan keesokannya ditetapkan sebagai awal bulan Hijriyah berikutnya apabila memenuhi salah satu syarat-syarat berikut:
(1)· Ketika Matahari terbenam, ketinggian Bulan di atas horison tidak kurang dari 2° dan
(2). Jarak lengkung Bulan-Matahari (sudut elongasi) tidak kurang dari 3°. Atau 
(3)· Ketika Bulan terbenam, umur Bulan tidak kurang dari 8 jam selepas konjungsi/ijtimak berlaku. 
 
Kriteria inilah yang menjadi pedoman Pemerintah RI untuk menyusun kalender Taqwim Standard Indonesia yang digunakan dalam penentuan hari libur nasional secara resmi. Dengan kriteria ini pula keputusan Sidang Isbat Penentuan Awal Bulan Ramadhan, Syawwal dan Zulhijjah "bisa ditebak hasilnya".  Ormas Persatuan Islam (Persis) belakangan telah mengadopsi kriteria ini sebagai dasar penetapan awal bulannya. Belakangan kriteria ini hanya dipakai oleh Indonesia dan Malaysia sementara Singapura menggunakan Hisab Wujudul Hilal dan Brunei Darussalam menggunakan Rukyatul Hilal berdasar Teori Visibilitas.
 
Menurut Peta Ketinggian Hilal tersebut, pada hari dilaksanakan rukyatul hilal maka syarat Imkanurrukyat MABIMS sudah terpenuhi sehingga awal bulan jatuh pada :
 
Ahad, 19 Agustus 2012
 
3. Menurut Kriteria Hisab Wujudul Hilal
Muhammadiyah dalam penyusunan kalender Hijriyah baik untuk keperluan sosial maupun ibadahnya (Ramadhan, Syawwal dan Zulhijjah) menggunakan kriteria yang dinamakan "Hisab Hakiki Wujudul Hilal". Kriteria ini menyatakan bahwa awal bulan Hijriyah dimulai apabila telah terpenuhi tiga kriteria berikut:
1) telah terjadi ijtimak (konjungsi),
2) ijtimak (konjungsi) itu terjadi sebelum matahari terbenam, dan
3) pada saat terbenamnya matahari piringan atas Bulan berada di atas ufuk (bulan baru telah wujud). Ketiga kriteria ini penggunaannya adalah secara kumulatif, dalam arti ketiganya harus terpenuhi sekaligus. Apabila salah satu tidak terpenuhi, maka bulan baru belum mulai. Atau dalam bahasa sederhanya dapat diterjemahkan sebagai berikut:
 
"Jika setelah terjadi ijtimak, Bulan terbenam setelah terbenamnya Matahari maka malam itu  ditetapkan sebagai awal bulan Hijriyah tanpa melihat berapapun sudut ketinggian Bulan saat Matahari terbenam".
 
Berdasarkan posisi hilal saat Matahari terbenam di seluruh wilayah Indonesia maka syarat wujudul hilal baru terpenuhi pada Sabtu, 18 Agustus 2012 @ Sunset, sehingga awal bulan ditetapkan jatuh pada :
 
Ahad, 19 Agustus 2012
 
4. Menurut Kriteria Kalender Hijriyah Global
Universal Hejri Calendar (UHC) merupakan Kalender Hijriyah Global usulan dari Komite Mawaqit dari Arab Union for Astronomy and Space Sciences (AUASS) berdasarkan hasil Konferensi Ke-2 Atronomi Islam di Amman Jordania pada tahun 2001. Kalender universal ini membagi wilayah dunia menjadi 2 region sehingga sering disebut Bizonal Hejri Calendar. Zona Timur meliputi  180° BT ~ 20° BB sedangkan Zona Barat meliputi 20° BB ~ Benua Amerika. Adapun kriteria yang digunakan tetap mengacu pada visibilitas hilal (Limit Danjon).
 
Pada hari pertama ijtimak (17/8) zone Barat maupun zone Timur belum satupun wilayah masuk dalam kriteria Limit Danjon. Kondisi ini baru akan terjadi pada 18 Agustus 2012. Dengan demikian awal bulan di masing-masing zona akan jatuh pada :
 
Zona Timur :  Ahad, 19 Agustus 2012
Zona Barat :  Ahad, 19 Agustus 2012
 
5. Menurut Kriteria Rukyat Hilal Arab Saudi
Kurangnya pengetahuan tentang astronomi yang dimiliki oleh para perukyat sering menyebabkan terjadinya kesalahan identifikasi terhadap obyek yang disebut "Hilal". Klaim terhadap kenampakan hilal perukyat pada saat hilal masih berada di bawah "limit visibilitas" atau bahkan saat hilal sudah di bawah ufuk sering terjadi.  Sudah bukan berita baru lagi bahwa Saudi kerap kali melakukan istbat terhadap laporan rukyat yang "mustahil".
Saudi memiliki kalender resmi yang dinamakan kalender Ummul Qura. Kalender ini telah berkali-kali mengganti kriterianya dan diperuntukkan sebagai kalender untuk kepentingan non ibadah. Sementara untuk keperluan ibadah khususnya penetapan awal dan akhir Ramadhan serta awal Zulhijjah Saudi tetap menggunakan rukyat hilal sebagai dasar penetapannya. Sayangnya penetapan ini sering hanya  berdasarkan pada laporan rukyat dari seseorang tanpa terlebih dahulu melakukan klarifikasi dan konfirmasi terhadap kebenaran laporan tersebut apakah sudah sesuai dengan kaidah-kaidah sains astronomi khususnya Teori Visibilitas Hilal. Dan sudah bisa ditebak jika laporan rukyat masih sesuai Kalender Ummul Qura maka dianggap sah.
 
 
Diagram ketinggian Hilal di Mekkah pada hari pertama ijtimak.
 
Menurut Kalender Ummul Qura Saudi :
Kalender ini digunakan Saudi bagi kepentingan publik non-ibadah. Kriteria yang digunakan adalah "Telah terjadi ijtimak dan bulan terbenam setelah matahari terbenam di Makkah" maka sore itu dinyatakan sebagai awal bulan baru. Pada hari pertama ijtimak (17/8) posisi hilal masih di bawah ufuk sehingga belum memenuhi syarat. Dengan demikian awal bulan  jatuh pada :  Ahad, 19 Agustus 2012.
 
Menurut Kriteria Rukyatul Hilal Saudi :
Rukyatul hilal digunakan Saudi khusus untuk penentuan bulan awal Ramadhan, Syawal dan Zulhijjah. Kaidahnya sederhana "Jika ada laporan rukyat dari seorang atau lebih pengamat/saksi yang dianggap jujur dan bersedia disumpah maka sudah cukup sebagai dasar untuk menentukan awal bulan tanpa perlu perlu dilakukan uji sains terhadap kebenaran laporan tersebut".
Berdasarkan kalender Ummul Qura, rukyat di Saudi dilaksanakan pada Jumaat, 17 Agustus 2012. Namun melihat posisi dan kedudukan hilal saat itu secara sains mustahil hilal dapat dirukyat karena di Saudi hilal masih di bawah ufuk pada hari pelaksanaan rukyat tersebut.  Sehingga bisa dipastikan tidak akan ada yang berhasil rukyat sehingga awal bulan akan jatuh pada : Ahad, 19 Agustus 2012.
Namun jika ternyata ada laporan rukyat berhasil maka kesaksian tersebut tidak akan diterima karena tidak sesuai dengan kalender Ummul Qura, dengan demikian awal bulan tetap akan jatuh pada: Ahad, 19 Agustus 2012.
 
6. Kriteria Awal Bulan Negara-negara Lain
 
Seperti kita ketahui secara resmi Indonesia bersama Malaysia, Brunei dan Singapura lewat pertemuan Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia dan Singapura (MABIMS) telah menyepakati sebuah kriteria bagi penetapan awal bulan Komariyahnya yang dikenal dengan "Kriteria Imkanurrukyat MABIMS" yaitu umur bulan > 8 jam, tinggi bulan > 2° dan elongasi > 3°. Belakangan ternyata kriteria ini hanya digunakan oleh Indonesia dan Malaysia saja. Sementara Singapura menggunakan Wujudul hilal dan Brunei Darussalam menggunakan Rukyatul Hilal berdasar Teori Visibilitas. Namun berdasarakan pertemuan Penyelelarasan Rukyat dan Taqwim MABIMS di Bali pada 27-29 Juni 2012 lalu Indonesia, Malaysia, Singapuran dan Brunei diperkirakan akan merayakan Idul Fitri 1433 H secara serentak pada Ahad, 19 Agustus 2012.
 
Menurut catatan Moonsighting Committee Worldwide ternyata penetapan awal bulan ini berbeda-beda di tiap-tiap negara. Ada yang masih teguh mempertahankan rukyatul hilal bil fi'li ada pula yang mulai beralih menggunakan hisab atau kalkulasi. Berikut ini beberapa gambaran penetapan awal bulan Komariyah yang resmi digunakan di beberapa negara :
  1. Rukyatul Hilal berdasarkan kesaksian Perukyat  (Qadi) serta dilakukan pengkajian ulang terhadap hasil rukyat secara ilmiah antara lain dilakukan oleh negara-negara : Banglades, India, Pakistan, Oman, Maroko, Trinidad dan Brunei Darussalam.
  2. Hisab dengan kriteria bulan terbenam setelah Matahari dengan  diawali ijtimak terlebih dahulu (moonset after sunset). Kriteria ini digunakan oleh  Saudi Arabia pada kalender Ummul Qura namun khusus untuk Ramadhan, Syawwal dan Zulhijjah menggunakan pedoman rukyat.
  3. Mengikuti Saudi Arabia misalnya negara : Qatar, Kuwait, Emirat Arab, Bahrain, Yaman dan Turki, Iraq, Yordania, Palestina, Libanon dan Sudan.
  4. Hisab bulan terbenam minimal 5 menit setelah matahari terbenam dan terjadi setelah ijtimak  digunakan oleh negara Mesir.
  5. Menunggu berita dari negeri tetangga --> diadopsi oleh Selandia Baru  mengikuti  Australia dan Suriname mengikuti negara Guyana.
  6. Mengikuti negara Muslim yang pertama kali berhasil rukyat  --> Kepulauan Karibia
  7. Hisab dengan kriteria umur bulan, ketinggian bulan atau selisih waktu terbenamnya bulan dan matahari --> diadopsi oleh Algeria, Turki, Tunisia dan Malaysia.
  8. Ijtimak Qablal Fajr atau terjadinya ijtimak sebelum fajar  diadopsi oleh negara Libya.
  9. Ijtimak terjadi sebelum matahari terbenam di Makkah dan bulan terbenam sesudah matahari terbenam di Makkah --> diadopsi oleh komunitas muslim di Amerika Utara dan Eropa (ISNA)
  10. Nigeria dan beberapa negara lain tidak tetap menggunakan satu kriteria dan berganti dari tahun ke tahun
  11. Menggunakan Rukyat Mata Telanjang : Namibia, Angola, Zimbabwe, Zambia, Mozambique, Botswana, Swaziland dan Lesotho.
  12. Jamaah Ahmadiyah, Bohra, Ismailiyah,  serta beberapa jamaah (tarekat) lainnya masih menggunakan hisab urfi yang sangat sederhana. 

Ayo Perbanyak Solawat

download win hisab versi 2.96 via ziddu

SARKUB TECH MELEK IPTEK

UNIVERSITAS MENYAN INDONESIA

Santri

PISS - KTB

Total tayangan laman

4