,

,

Jumat, 31 Juli 2015

Pesan Mbah Salman Dahlawi



  1. Podo manuto ing pitutur,
  2. Iman, taqwa lan syukur marang Allah SWT, 
  3. Ngemen-ngemenke ngluru ilmu nafi’, 
  4. Sregep jamaah,  
  5. Entheng ngamal ibadah, 
  6. Nrimo ing peparinge kang kuoso, 
  7. Ojo ngentengake utang, 
  8. Ngalah ing bab donyo, 
  9. Sabar, usaha, pasrah, tawakal marang Allah SWT,
  10. Birrul walidain lan njogo rukune paseduluran,
  11. Kabeh perkoro tumuju marang ridhone Allah SWT.

Syekh Abdul Wahab Rokan Penyebar Tarekat Naqsyabandi Kholidi Di Tanah Melayu


Era tahun 1200 - 1300 H puncak gunung Jabal Qubeys mekah jadi tempat nyarkub dan berkumpul poro masyayikh untuk riyadhoh dan menimba ilmu, Salah satu alim naqsyabandi kholidi yg menetap di Jabal Qubeis adalah Syekh Sulaiman Zuhdi. 

Banyak poro masyayikh yang belajar kepada beliau diantaranya Mbah Muhamad Hadi Girikusumo, (dari beliaulah mata rantai emas tarekat naqsyabandi kholidi Mbah Mansur Popongan, lalu diteruskan ke Mbah Arwani Kudus dan mbah Salman Dahlawi), Mbah Muhamad Ilyas Purwokerto (ayahanda Mbah Malik Purwokerto, kelak kelangsungan tarekat ini diteruskan Abah Muhammad Purwokerto) dan Tuan Guru Abdul Wahab Rokan. Dari Tuan Guru Abdul Wahab Rokan inilah mata rantai emas tarekat bersambung di tanah melayu hingga sekarang dilanjutkan oleh Tuan Guru Hasyim.

Beliau pernah berwasiat, diantara wasiat itu pertama, "Hendaklah kamu sekalian masyghul dengan menuntut ilmu Quran dan kitab kepada guru-guru yang mursyid. Dan hinakan diri kamu kepada guru kamu dan perbuat apa-apa yang disuruhnya. Jangan bertangguh. Dan banyak-banyak bersedekah kepadanya. Dan seolah-olah diri kamu itu hambanya. Dan jika sudah dapat ilmu itu maka hendaklah kamu ajarkan kepada anak cucu, kemudian kepada orang lain. Dan kasih sayang kamu akan muridmu seperti kasih sayang akan cucu kamu. Dan jangan kamu minta upah dan makan gaji sebab mengajar itu, tetapi minta upah dan gaji itu kepada Tuhan Esa lagi Kaya Murah, iaitu Allah Ta'ala.''
Wasiat yang kedua, "Apabila kamu sudah baligh hendaklah menerima Thariqat Syaziliyah atau Thariqat Naqsyabandiyah supaya sejalan kamu dengan aku"

Wasiat yang ketiga, "Jangan kamu berniaga - maksudnya jika terdapat penipuan atau pun riba. Jika hendak mencari nafkah hendaklah dengan tulang empat kerat seperti berhuma dan berladang dan menjadi amil (orang yang bekerja, pen:). Dan di dalam mencari nafkah itu hendaklah bersedekah tiap-tiap hari supaya segera dapat nafkah. Dan jika dapat ringgit sepuluh, maka hendaklah sedekahkan satu dan taruh sembilan. Dan jika dapat dua puluh, sedekahkan dua. Dan jika dapat seratus, sedekahkan sepuluh dan taruh sembilan puluh. Dan apabila cukup nafkah kira-kira setahun maka hendaklah berhenti mencari itu dan duduk beramal ibadat hingga tinggal nafkah kira-kira empat puluh hari maka boleh mencari''

Wasiat yang keempat, "Maka hendaklah kamu berbanyak-banyak sedekah sebilang hari istimewa pada malam Jumaat dan harinya. Dan sekurang-kurang sedekah itu empat puluh duit pada tiap-tiap hari. Dan lagi hendaklah bersedekah ke Mekah pada tiap-tiap tahun"

Wasiat yang kelima, "Jangan kamu bersahabat dengan orang yang jahil dan orang fasik. Dan jangan bersahabat dengan orang kaya yang bakhil. Tetapi bersahabatlah kamu dengan orang alim-alim dan ulama-ulama dan salih-salih"

Wasiat yang keenam, "Jangan kamu hendak kemegahan dunia dan kebesarannya seperti hendak menjadi kadi, imam dan lain-lainnya istimewa pula hendak jadi penghulu-penghulu dan lagi jangan hendak menuntut harta benda banyak-banyak. Dan jangan dibanyakkan memakai pakaian yang halus"

Wasiat yang ketujuh, "Jangan kamu menuntut ilmu sihir seperti kuat, dan kebal dan pemanis serta lainnya kerana sekalian ilmu telah ada di dalam al-Quran dan kitab"


Wasiat yang kelapan, "Hendaklah kamu kuat menghinakan diri kepada orang Islam, dan jangan dengki khianat kepada mereka itu. Dan jangan diambil harta mereka itu melainkan dengan izin syarak"



Kamis, 30 Juli 2015

Habib Hasyim bin Yahya Tokoh Dibalik Berdirinya NU


Maulana Habib Lutfi pernah berkisah :

Suatu ketika saya duduk-duduk dengan Kiyai Irfan, Kiyai Abdul Fatah dan Kiyai Abdul Hadi. Kiyai Irfan bertanya pada saya: “Kamu ini siapanya Habib Hasyim?”. Yang menjawab pertanyaan itu adalah Kiai Abdul Fatah dan Kiai Abdul Hadi: “Ini cucunya Habib Hasyim Yai”.

Akhirnya saya diberi wasiat: “Mumpung saya masih hidup tolong catat sejarah ini. Mbah Kiyai Hasyim Asy’ari datang ke tempatnya Mbah Kiyai Yasin, Kiyai Sanusi ikut serta pada waktu itu. Di situ diiringi oleh Kiyai Asnawi Kudus, terus diantar datang ke Pekalongan. Lalu bersama Kiyai Irfan datang ke kediamannya Habib Hasyim. Begitu KH. Hasyim Asy’ari duduk, Habib Hasyim langsung berkata: “Kyai Hasyim Asy’ari, silakan laksanakan niatmu kalau mau membentuk wadah Ahlussunah wal Jama’ah. Saya rela tapi tolong saya jangan ditulis.”

Itu wasiat Habib Hasyim, terus Kiyai Hasyim Asy’ari merasa lega dan puas. Kemudin Kiyai Hasyim Asy’ari menuju ke tempatnya Mbah Kiyai Kholil Bangkalan. Kemudian Mbah Kiyai Kholil bilang sama Kiyai Hasyim Asyari: “Laksanakan apa niatmu saya ridho seperti ridhonya Habib Hasyim tapi saya juga minta tolong nama saya jangan ditulis.”

Kata Kiyai Hasyim Asy’ari ini bagaimana Kiyai, kok tidak mau ditulis semua. Terus Mbah Kiyai Kholil menjawab: “Kalau mau tulis silakan tapi sedikit saja.” Itu tawadhu’nya Mbah Kiyai Ahmad Kholil Bangkalan. Dan ternyata sejarah tersebut juga dicatat oleh Gus Dur.


Dua Momen Muktamar : NU & Muhammadiyah Meneguhkan NKRI




Pondok Pesantren Al Itqon Cengkareng Jakarta Barat





KH. Ahmad Ghozali Muhammad Fathullah Pakar Falak Dari Madura


KH. Ahmad Ghozali lahir pada 7 Januari 1959 M di kampung Lanbulan Desa Baturasang Kec. Tambelangan Kab. Sampang Prop. Jawa Timur dari pasangan KH. Muhammad Fathulloh pendiri Pondok Pesantren al-Mubarok Lanbulan Sampang Madura dan Ibu Nyai Hj. Zainab Khoiruddin. 

Menikah pada tahun 1990 M dengan seorang wanita bernama Hj. Asma binti Abul Karim. Dalam pernikahan Kyai Ghozali dan Nyai Asma dikaruniai sembilan orang anak (5 putra dan 4 putri), yaitu Nurul Bashiroh, Afiyah, Aly, Yahya, Salman, Muhammad, Kholil, A'isyah, dan Sofiyah. 


Sejak kecil Ahmad Ghozali dididik oleh orangtuanya dengan ilmu agama, sehingga dia memiliki minat yang tinggi dalam memperdalam ilmu agama, juga selalu tekun belajar. Walaupun dia pernah mengenyam pendidikan formal hingga kelas 3 SD, tapi dia tetap melanjutkan pendidikan agamanya di Pondok Pesantren al-Mubarok Lanbulan yang diasuh oleh ayahnya sendiri. Dia menjadi santri yang taat dan patuh, dia berguru kepada Muhammad Fathullah, selaku pengasuh Pondok Pesantren al-Mubarok yang juga merupakan ayahanda dari Ahmad Ghazali. Dia juga pernah berguru kepada kedua kakaknya, Kurdi Muhammad (alm) dan Barizi Muhammad.

Pada tahun 1977 Ahmad Ghozali berguru kepada Maimun Zubair Sarang, Rembang selama bulan Ramadhan, hal tersebut dilakukan setiap tahun selama 3 tahun berturut-turut sampai tahun 1980. Selain itu, dia juga menyempatkan diri untuk berguru kepada Hasan Iraqi (alm) di Kota Sampang setiap Hari Selasa dan Sabtu, pada tahun 1981 M.

kitab Irsyadul Murid

Pada waktu pengembaraannya menuntut ilmu, setelah mengenyam pendidikan di pondoknya sendiri, dia melanjutkan pendidikannya ke Makkah al-Mukarromah kurang lebih selama 15 tahun tepatnya di Pondok Pesantren al-Shulatiyah. Di sana dia belajar pada para ulama yang otoritas keilmuannya tidak diragukan lagi seperti Syaikh Isma'il Ustman Zain al Yamany Al-Makky, Syaikh Abdullah al-Lahjy, Syaikh Yasin bin Isa al Fadany dan ulama-ulama lainnya. 

kitab Ad Durul Anieq

Ahmad Ghozali belajar ilmu falak kepada para guru besar, seperti Syekh Mukhtaruddin al-Falimbani (alm) di Mekkah, Nasir Syuja'i (alm) di Prajjen Sampang, Kamil Hayyan (alm), Hasan Basri Sa'id (alm), kemudian pada Kyai Zubair Bungah Gresik.
  1. Lembaga Sosial Keagamaan Nahdlatul Ulama’ Wilayah Jawa Timur yaitu menjabat sebagai Wakil Ketua Syuriyah NU di Kab. Sampang, Kec. Tambelangan.
  2. Penasehat LFNU (Lajnah Falakiyah Nahdlatul Ulama’) Jawa Timur
  3. Anggota BHR (Badan Hisab Rukyat) Jawa Timur
  4. Anggota Hisab dan Ru'yat Kementrian Agama RI.
  5. Anggota PBNU (Pengurus Badan Nahdlatul Ulama’).
Mengenai karya-karya yang tercipta dari tangan dingin KH. Ahmad Ghozali telah banyak sekali karena beliau sangat produktif dalam hal tulis
menulis diantaranya :
  1. Dalam ilmu Hadits : Kitab Al-Qaulul Mukhtashor.
  2. Dalam ilmu Tajwid : Kitab Bughyatul Wildan.
  3. Dalam ilmu Sejarah : Kitab Tuhfatur Rowy, kitab Tuhfatul Ariib.
  4. Dalam ilmu Faro’id : Kitab Az-Zahrotul Wardiyah
  5. Dalam ilmu Akhlaq : Kitab Al-Manhajus Sadid
  6. Dalam ilmu Fiqh : Kitab Azharul Bustan
  7. Tentang Do’a : Kitab Majmu’ Fadlo’il, kitab Bughyatul Ahbab, kitab Irsyadul Ibad
  8. Fatwa : Kitab Dla’ul Badr.
  9. Dalam ilmu Falak : Kitab al-Taqqyiidaat al-Jaliyyah, Bughyatur Rofiq, alFaidh al-Karim al-Rouf, Anfa’ al-Wasilah, Bulughul Wator, Irsyad alMuriid, dan Tsamrot al-Fikar,al-Dūrr al-Anīq.
  10. Dalam Bidang ilmu Lainya : Kitab Nujumun Nayyiroh, kitab Annafahatur Rohmaniyah, kitab Arraudlotul Bahiyah fil Maqodiri Syar’iyah, kitab AlFawaqihus Syahiyah, kitab Zinatul Qola’id fil Fawa’idis Syawarid.
* Ditulis ulang dengan perubahan seperlunya dari skripsi saudara Purkon Nur Ramdhan, Ria Agustin dan Mohammad Burhan Abdurrohim.

Makam Almaghfurlah Muallim KH. Syafi'i Hadzami


Rabu, 29 Juli 2015

Abah Lutfi & KH. Said Aqil Siradj


Gus Mus


Hukum Melaksanakan Dua Solat Jumat Di Suatu Kampung


Abu Ishaq Asy Syirozi berkata :

"dalam mazhab kami dilarang mengadakan dua solat jumat dalam satu negeri/kampung yang sama sekali tidak sulit mengumpulkan orang-orang di satu masjid seperti sudah kami uraikan sebelum ini, Ibnul Mundzir menghikayatkan pula pendapat ini bersumber dari Ibnu Umar, Malik dan Abu Hanifah. 

Abu Yusuf berkata : boleh mengadakan dua jumat dalam satu negeri hanya berlaku di baghdad, dan pernyataan yang masyhur dari Abu Yusuf ialah boleh mengadakan dua jumat dalam satu negeri jika antara satu kampung dengan kampung lainnya saling berjauhan, jika saling berdekatan maka tidak boleh, jadi tidak hanya berlaku di baghdad saja. 

Muhammad Ibnul Hasan berkata : saling berdekatan atau tidak suatu kampung tetap diperbolehkan mengadakan beberapa solat jumat. Atho dan Daud berkata : Boleh mengadakan beberapa solat jumat di suatu negeri. Imam Ahmad berkata : apabila negerinya sangat luas seperti baghdad dan basroh diperbolehkan mengadakan lebih dari satu solat jumat, jika sempit maka harus diadakan satu solat jumat. 

Al Abdari berkata : tidak ada qoul yang sohih tentang perkara ini dari imam Abu Hanifah. Syekh Abu Hamid berkata : dihikayatkan oleh sebagian ulama kholaf semisal Ibnu Jarir bahwa pendapat Abu Hanifah mengenai masalah ini sama dengan pendapat Imam Asy Syafi'i. Dihikayatkan oleh As Saji bahwa pendapat Abu Hanifah mirip dengan pendapat Muhammad Ibnul Hasan. Dalil mengenai hal ini adalah sebuah hadits Nabi shollaallahu alaihi wasallam bahwa beliau, khulafaurrsyidin, tabi'in dan tabi'it tabi'in tidak mendirikan lebih dari solat di satu tempat bahkan mereka pernah mendirikan solat id di lapangan karena sempitnya masjid"

(Al Majmu Syarh Al Muhazzab : Vol. III, ha. 456)

Analisis Software Mawaaqit Oleh Eni Nuraeni


Eni Nuraeni menulis skripsi tentang software "mawaaqit" karya Dr. Ing. Khafid (anggota bakosurtanal). Hasilnya mencengangkan mawaaqit yang merupakan perkawinan silang antara jean meeus dan 

Selasa, 28 Juli 2015

Al Biruni Ilmuwan Multitalenta


Al Biruni memang sosok ilmuwan fenomenal dan multitalenta. Kiprahnya tidak hanya di dunia astronomi tapi merambah hingga ke dunia farmasi dan mineralogi. Mau baca biografi lengkapnya dalam bahasa inggris silakan download di mari yah.

Kisah Para Alim Yang Jomblowan


Intelektualitas dan produktifitas dalam berkarya merupakan harga mati, tidak sedikit para alim yang mendedikasikan hidupnya untuk menulis, berkarya demi kesinambungan ilmu pengetahuan, bahkan diantara mereka merupakan alim yang sering kita kutip perkataan dan pendapat mereka.

Diantaranya Ibnu Taimiyah punggawa mazhab hanbali, Ibnu Jarir Ath Thobariy penulis tafsir Jamiul Bayan, Abul Qosim Az Zamakhsyariy penulis Tafsir Al Kasyaf dan Imam An Nawawi penulis Al Majmu Syarh Al Muhazab. Masih banyak ulama lain yang belum disebut, ada 20 alim 'jomblowan' yang mendedikasikan hidupnya untuk menulis. Siapa saja mereka silakan disruput.

Abah Lutfi Allah yarham




Syekh Yasin Al Fadani & KH. Abdullah Kafabihi Mahrus Lirboyo


Menentukan Posisi Kapal Di Laut Lepas


Cara menentukan posisi lokasi memang banyak caranya, salah satunya dengan bantuan tinggi benda langit, dengan mengetahui tinggi benda langit, misal bintang kita dapat memperkirakan posisi kapal di tengah laut, tentu saja dengan alat bantu sextant. Mau coba silakan download karya mahasiswa jurusan Nautika, program diploma pelayaran universitas Hang Tuah, Ari Sriantini.

Download Fawaih Al Jamal Wa Fawatih Al Jalal Karya Syekh Najmuddin Kubro

Download Al Matsnawi Karya Jalaluddin Rumi

Mahabbah (Cinta)


Mahabbah dalam bahasa indonesia berarti cinta, diserap dari kata habba, ada sebagian mutasowifin (pakar tasawuf) yang mengatakan huruf 'ha' dan 'ba' merupakan huruf istifal, karakternya lemah tetapi huruf ha keluar dari tempat pusat/tengah kerongkongan pertanda bahwa dia adalah pusat segala sesuatu sedang huruf ba keluar dari dua bibir sebelah dalam, saat pengucapan huruf ini kedua bibir harus menahan udara di rongga mulut dan mempertemukan dua bibir atas dan bawah pertanda bahwa cinta sangat berat kala dia keluar siapapun takkan mampu membendungnya, ya itulah cinta.

Dalam dunia cinta, Maulana Jalaluddin Rumi adalah maestroall about love. Al Arif Billah Maulana Habib Lutfi pernah berujar "dengan mahabbah (cinta) akan melahirkan khouf (takut), roja (berharap), shiddiq (benar), ikhlas dan haya' (malu)".
nya, jalannya adalah cinta, hidupnya adalah cinta,

Ada dikata sebagian mutasowifin cinta adalah permulaan ma'rifah (pengenalan), dengan cinta seseorang mengenal, merasa, tunduk dan patuh pada yang dia cintai. Cinta ada di dalam jiwa, bersih dari cela, yang ada hanya dia dan dia 'al mahbub'.


Senin, 27 Juli 2015

Windows 10 Generasi Terbaru Yang Colorful


Windows, OS yang sudah mendunia ini akan merilis versi terbarunya Windows 10 tepat tanggal 29 Juli 2015 nanti. 
  • Pertama pastikan OS anda sebelumnya adalah Windows 7 SP1 atau Windows 8.1. 
  • Pastikan kapasitas prosesor kompi anda 1 gigahertz (GHz) atau lebih cepat lebih bagus 
  • Lalu pastikan RAM anda 1 gigabyte (GB) 32-bit atau 2 GB 64-bit 
  • Pastikan pula hardisk anda 16 GB 32-bit OS sampai 20 GB 64-bit OS
  • Jangan lupa kartu grafis anda menggunakan DirectX 9 atau WDDM 1.0 driver 
  • Terakhir pastikan ukuran dispay layar anda 800x600.

lebih berwarna Gan

menunya lebih lengkap

tampilan ikonnya lebih besar


Sepuluh Nasihat Ustadz Yusuf Mansur



  1. Sering Sakit = Silahkan Puasa
  2. Wajah Gelap = Qiyamul Lail (Sholat Tahajud)
  3. Hati Sempit = Baca Qur'an
  4. Susah Bahagia = Sholat Tepat Waktu
  5. Emosi Melulu = Wudhu dan Istighfar
  6. Gelisah = Banyak Doa dan Olah Raga
  7. Tertekan = Baca "Lahaula walaquwwata illa Billah"
  8. Kurang Berkah Rezekinya = Lirik yg Halal aja
  9. Miskin Melulu = Bersedekah
  10. Bingung Cara Berbuat Baik = Share / Bagikan

Cara Mengecek Secara Online Nomor Token Listrik Prabayar


Cara Mengecek Secara Online Nomor Token Listrik Prabayar Anda
siapkan nomor meter atau IDPEL anda
masukan di kolom


Makam Imam Abul Hasan Asy Syadzili


Syekh Yasin Al Fadani & Syekh Zakaria Bila


Kamis, 23 Juli 2015

Maulana Kholid Al Baghdadiy Pembaharu Tarekat Naqsyabandiyah


Karya Dr. Nizar Abazhah, penulis produktif asal damaskus, karyanya tentang sejarah, biografi dan lain-lain mencapai 40-an buku. Ini salah satu karya beliau, mengisahkan perjalanan hidup maulana Kholid Mujaddid, maha guru masyayikh naqsyabandiyah, dari tangan dinginnya lahir para alim seperti penulis Raddul Mukhtar Syekh Muhammad Amin Ibnu Abidin, pakar fiqih mazhab hanafi. Banyaknya orang yang iri terhadap Maulana Kholid membuat gusar sang murid hingga akhirnya Syekh Muhammad Amin Ibnu Abidin menulis risalah menolak klaim para penentang gurunya berjudul Sallul Hisam Al Hindiy (download kitabnya).

Abul Baha Dhiyauddin Kholid bin Ahmad bin Husain Al Qodiri, As Suhrawardi Al Kubrawi Al Chisti Asy Syafi'i lahir di Qaradag, Syahrazur, Kurdistan tahun 1193 H / 1779 M dan wafat di tahun 1242 H / 1826 M. Ayahnya dijuluki Pir Mikail 'cay angust-i' artinya pemilik enam jari di tangan (b. urdu: jari enam) adalah seorang zahid dan ahli ibadah. Nasab ayahnya bersambung kepada sayyidina Utsman bin Affan, sedang nasab ibunya bersambung hingga ke sayidah fatimah.

Tinggal bersama ayahnya di Sulaimaniyah, Irak dia mulai menghafal kitab-kitab dasar seperti Al Muharror Imam Rofi'i tentang fikih, Matan Az Zanjani tentang ilmu shorof. Guru-gurunya selama belajar di antaranya Syekh Abdul Karim Al Barzanji, Mulla Muhammad Solih, Mulla Ibrahim Al Bayari, Syekh Abdullah Al Khirbariy. Dia juga mempelajari risalah Syamsiyah tentang ilmu mantiq (logika) dan falak kepada Mulla Zadah Abdul Karim Az Zayadiy selama di Sulaimaniyah Turki. Kemudian ia datang ke Baghdad dan mempelajari Mukhtasar Al Muntaha Fil Usul, sebuah ensiklopedia mengenai prinsip-prinsip dasar fikih.

Ia mempelajari karya Ibn Hajar, As Suyuti, dan Al Haythami.  Ia mampu menghafal tafsir Qur’an karya Al Baidhawi.  Ia mampu menemukan pemecahan bahkan bagi pertanyaan-pertanyaan tersulit di bidang fikih.  Ia mampu menghafal Qur’an dalam empat belas Qiraat yang berbeda, dan ia menjadi sangat terkenal di mana-mana karena kemampuannya ini.

Pangeran Ihsan Ibrahim Pasha, yang merupakan gubernur daerah Baban berusaha membujuknya untuk mengurus sekolah di kerajaannya.  Namun ia menolaknya dan ia pindah ke kota Sanandaj, di mana ia mempelajari ilmu matematika, teknik, astronomi dan kimia.  Gurunya dalam disiplin ini adalah Muhammad Al Qasim As Sanandaji. Setelah menyelesaikan studi ilmu-ilmu sekuler ia kembali ke kota Sulaymaniyyah.  Menyusul terjadinya wabah penyakit pada tahun 1213 H / 1798 M. Dia mengambil alih madrasah Syekh Abdul Karim Al Barzanji.  Ia mengajarkan ilmu-ilmu modern, dan memverifikasi persamaan-persamaan yang rumit dalam astronomi dan kimia. 

Ia kemudian melaksanakan khalwat, meninggalkan semua yang telah dipelajarinya, dan datang ke pintu Allah dengan segala ibadah dan banyak zikir, baik zikir jahar maupun khafi.  Ia tidak lagi mengunjungi sultan, tetapi ia tetap berkumpul bersama murid-muridnya sampai tahun 1220 H / 1806 M. Ketika ia memutuskan untuk menunaikan ibadah Haji dan mengunjungi Nabi.  Ia meninggalkan segalanya dan pergi ke Hijaz melalui kota Mosul dan Yarbikir dan Ar Raha dan Aleppo dan Damaskus, di mana ia bertemu para ulama di sana dan mengikuti Syekh di sana, yang merupakan syekh bagi ilmu qadim dan modern, serta guru ilmu hadits, Syekh Muhammad Al Kuzbara.  Ia menerima otoritas dalam Tarekat Qadiri dari Syekh Al Kuzbari dan deputinya, Syekh Mustafa al-Kurdi, yang turut menemaninya pergi hingga sampai di kota Nabi. 

Ia memuji Nabi (s) dalam puisi Persia sedemikian rupa sehingga orang-orang merasa takjub akan kefasihannya.  Ia menghabiskan waktu yang panjang di Kota Nabi (s).  Ia melaporkan: 

“Aku sedang mencari seorang saleh yang langka untuk mendengarkan nasihat darinya ketika aku melihat seorang Syekh di sebelah kanan dari Rawdhatu-sy-Syarifa.  Aku memintanya untuk memberikan nasihat, dari seorang ulama yang bijak kepada seorang yang bodoh.  Beliau menasihatiku agar tidak merasa keberatan ketika aku memasuki Mekah, terhadap masalah-masalah yang mungkin muncul dan bertentangan dengan Syari`ah.  Beliau menasihati agar aku tetap diam.  Aku lalu mencapai Mekah dan aku menjaga nasihat itu di dalam hatiku.  Aku pergi ke Masjidil Haram dini hari pada hari Jumat.  Aku duduk di dekat Ka’bah membaca Dala'il al-Khayrat, ketika aku melihat seorang pria dengan janggut hitam bersandar pada sebuah tiang dan memandangku.  Dalam hatiku terlintas bahwa orang itu kurang memperlihatkan penghormatan kepada Ka’bah, tetapi aku tidak mengatakan apa-apa mengenainya dan mengenai persoalan itu. 

“Ia memandangku dan memarahiku dengan berkata, ‘Hei bodoh, tidakkah kau tahu bahwa kemuliaan hati orang beriman lebih berharga daripada keistimewaan Ka’bah?  Mengapa engkau mengkritikku di dalam hatimu karena aku berdiri membelakangi Ka’bah dan wajahku mengarah padamu.  Apakah kau tidak mendengar nasihat Syekh di Madinah yang mengatakan kepadamu untuk tidak mengkritik?’  Aku mengejarnya dan meminta maaf, mencium tangan dan kakinya dan memohon bimbingannya menuju Allah.  Ia berkata kepadaku, ‘Wahai anakku, hartamu dan kunci untuk kalbumu bukan di daerah ini, tetapi di India.  Syekhmu berada di sana.  Pergilah ke sana dan beliau akan menunjukkan apa yang harus kau lakukan.’  Aku tidak menjumpai seseorang yang lebih baik darinya di seluruh Masjidil Haram.  Ia tidak mengatakan kepadaku India mana yang harus kutuju, sehingga aku kembali ke Syam dan berkumpul bersama ulama-ulama di sana.” 

Ia kemudian kembali ke Sulaymaniyyah dan melanjutkan ajarannya mengenai penyangkalan diri.  Ia selalu mencari orang yang dapat menunjukkan jalan baginya.  Akhirnya, ada seseorang yang datang ke Sulaymaniyyah.  Beliau adalah Syekh Mawlana Mirza Rahimullah Beg al-M`aruf, yang dikenal dengan nama Muhammad ad-Darwish `Abdul `Azim al-Abadi, salah seorang khalifah dari Qutub al-A`zham, `Abdullah ad-Dahlawi (q).  Ia berjumpa dengannya dan memberinya penghormatan dan bertanya mengenai mursyid kamil yang dapat menunjukkan jalan baginya.  Beliau mengatakan, “Ada seorang Syekh kamil, seorang Ulama dan Arifin, yang menunjukkan jalan pada salik menuju Raja Diraja, seorang yang ahli dalam urusan-urusan pelik, mengikuti Tarekat Naqsybandi, membawa akhlak Nabi (s), seorang mursyid dalam Ilmu Spiritual.  Ikutlah denganku untuk berkhidmah kepadanya di Jehanabad.  Sebelum aku berangkat, beliau berkata kepadaku, ‘Kau akan bertemu seseorang, ajaklah ia bersamamu.’” 

Syekh Khalid pindah ke India pada tahun 1224 H./1809 M. melalui kota Ray, kemudian Tehran, dan beberapa provinsi di Iran di mana ia bertemu dengan seorang ulama besar Isma`il al-Kashi.  Kemudian ia melanjutkan perjalanannya ke Kharqan, Samnan, dan Nisapur.  Ia mengunjungi Master dari semua induk Tarekat di Bistham, Syekh Bayazid al-Bisthami, dan ia memujinya di makamnya dengan puisi Persia yang sangat fasih.  Kemudian ia bergerak ke Tus, di mana ia mengunjungi as-Sayyid al-Jalal al-Ma'nas al-Imam `Ali Rida, dan ia memujinya dengan puisi Persia lainnya yang membuat semua penyair di Tus menerimanya.  Kemudian ia memasuki kota Jam dan ia mengunjungi asy-Syekh Ahmad an-Namiqi al-Jami dan ia memujinya dengan puisi Persia lainnya.  Kemudian ia memasuki kota Herat di Afghanistan, kemudian Kandahar, Kabul, dan Peshawar.  Di semua kota ini, ulama-ulama besar yang ditemuinya akan menguji pengetahuannya mengenai Syari`ah dan Makrifat, begitu pula di bidang logika, matematika, dan astronomi.  Mereka mendapati bahwa ia bagaikan sungai yang luas, yang mengalir dengan ilmu, atau seperti samudra tak bertepi.

Kemudian ia pindah ke Lahore, di mana ia bertemu dengan Syekh Tsana'ullah an-Naqsybandi dan meminta doa restunya.  

Ia mengingat,  

“Malam itu aku tidur di Lahore dan aku bermimpi di mana Syekh Tsana'ullah an-Naqsybandi menarikku dengan giginya.  Ketika aku bangun, aku ingin menceritakan mimpi itu padanya, tetapi beliau berkata, ‘Jangan menceritakan mimpimu kepadaku.  Kami sudah mengetahuinya.  Itu adalah tanda untuk melanjutkan perjalanan menuju saudaraku dan Syekhku, Sayyidina `Abdullah ad-Dahlawi (q).  Pembukaan kalbumu ada di tangannya.  Kau akan mengambil bay’at dalam Tarekat Naqsybandi.’  Kemudian aku mulai merasakan daya tarik spiritual dari Syekh.  Aku meninggalkan Lahore, menyeberangi gunung dan lembah dan gurun sampai aku sampai di Kesultanan Delhi yang dikenal dengan Jehanabad.  Perlu satu tahun untuk mencapai kota ini.  Empat puluh hari sebelum aku sampai, beliau mengatakan kepada murid-muridnya, ‘Penerusku akan datang.’”

Malam ketika ia memasuki kota Jehanabad ia menulis puisi dalam bahasa Arab, menelusuri tahun-tahun perjalanannya dan memuji Syekhnya.  Kemudian ia memujinya dengan puisi dalam bahasa Persia yang memukau orang-orang karena kefasihannya.  Ia memberikan segala yang dibawanya dan semua yang ada di sakunya kepada fakir miskin.  Kemudian ia dibay’at oleh Syekhnya, `Abdullah ad-Dahlawi (q). Ia berkhidmah di zawiyahnya dan membuat perkembangan pesat dalam berjuang melawan diri (nafs).  Lima bulan belum berlalu ketika ia menjadi salah seorang di antara orang-orang dari Hadratillah dan yang mempunyai Visi Ilahiah. 

Ia memohon izin dari Syekh `Abdullah untuk kembali ke Iraq.  Syekh kemudian memberinya otoritas tertulis terhadap lima tarekat.  

Yang pertama adalah Tarekat Naqsybandi, atau Silsilah Keemasan, yang menjadi subjek dari buku ini.

Yang kedua adalah Tarekat Qadiri melalui Syekh dari Sayyidina Ahmad al-Faruqi, Syah as-Sakandar dan dari sana kepada Sayyidina `Abdul Qadir Jilani, al-Junayd, as-Sirra as-Saqati, Musa al-Kazim, Ja`far ash-Shadiq (a), Imam al-Baqir (a), Zain al-`Abidiin (a), al-Husayn (a), al-Hasan (a), `Ali ibn Abi Thalib (r), dan Sayyidina Muhammad (s).

Tarekat ketiga adalah as-Suhrawardiyya, mata rantai silsilahnya serupa dengan Silsilah Qadiriyyah sampai al-Junayd, yang kembali kepada Hasan al-Basri dan setelah itu kepada Sayyidina `Ali (r) dan Nabi (s).

Beliau juga memberinya otoritas dalam Tarekat Kubrawiyyah, yang mempunyai jalur yang sama seperti Qadiriyyah, tetapi melalui Syekh Najmuddin al-Kubra.

Terakhir, ia diberi otoritas dalam Tarekat Chisti melalui suatu jalur dari `Abdullah ad-Dahlawi (q) dan Jan Janan (q) kepada Sayyidina Ahmad al-Faruqi (q) dan kemudian melalui banyak syekh kepada Syekh Mawrad Chishti, Nasir Chishti, Muhammad Chishti, dan  Ahmad Chishti kepada Ibraham ibn Adham, Fudayl ibn al-`Iyad, Hasan al-Basri, Sayyidina `Ali (r), dan Nabi (s).

Beliau memberinya otoritas untuk mengajar semua Ilmu Hadits, Tafsir, Sufisme, dan Awrad.  Ia mampu menghafal Kitab Itsna `Asyari (Dua Belas Imam), yang merupakan sumber rujukan mengenai ilmu dari keturunan Sayyidina `Ali (r).

Ia lalu pindah ke Baghdad pada tahun 1228 H./1813 M. untuk kedua kalinya dan ia tinggal di Madrasah Ahsa'iyya Isfahaniyyah.  Ia mengisi waktunya dengan memperdalam ilmu-ilmu Allah dan memperbanyak Zikrullah. Kemudian beberapa orang yang iri menulis surat berisi kritikan kepadanya dan mengirimkannya kepada Sultan, Sa`id Pasha, gubernur Baghdad.  Mereka menuduhnya kufur dan mengkritiknya dengan tuduhan-tuduhan lain yang tidak dapat diulangi.  Ketika gubernur membaca surat itu, ia berkata, “Jika Syekh Khalid al-Baghdadi (q) bukan seorang yang beriman, lalu siapa yang beriman?”  Ia lalu mengusir musuh-musuh yang iri tersebut dari hadapannya dan memenjarakan mereka.

Syekh meninggalkan Baghdad untuk beberapa waktu dan kemudian kembali lagi untuk ketiga kalianya.  Ia kembali ke madrasah yang sama yang saat itu telah direnovasi untuk menyambutnya.  Ia mulai menyebarkan berbagai ilmu spiritual dan ilmu surgawi.  Ia menyingkap rahasia-rahasia Hadratillah, menerangi kalbu manusia dengan cahaya yang Allah berikan ke dalam kalbunya, sampai gubernur, para ulama, guru-guru, para pekerja dan orang-orang dari berbagai latar belakang menjadi pengikutnya.  Baghdad pada zamannya sangat terkenal akan ilmunya, sehingga kota itu disebut “Tempat bagi Dua Macam Ilmu,” dan “Tempat bagi Dua Matahari.”  Serupa dengan hal itu, ia juga dikenal sebagai “Yang Mempunyai Dua Sayap” (dzu-l-janahayn), sebuah kiasan bagi penguasaan ilmu lahir dan batin yang dimilikinya.  Ia mengirimkan khalifah-khalifahnya ke mana-mana, dari Hijaz ke Iraq, dari Syam (Suriah) ke Turki, dari Iran ke India, dan Transoxania (wilayah sekitar Uzbekistan sekarang), untuk menyebarkan jalan para pendahulunya di Tarekat Naqsybandi.

Ke mana pun ia pergi, orang-orang akan mengundangnya ke rumah-rumah mereka, dan rumah mana pun yang ia masuki, rumah itu menjadi makmur.  Suatu hari ia mengunjungi Kubah Batu (Qubbat ash-Shakhrah) di Yerusalem bersama banyak pengikutnya.  Ia sampai di Kubah Batu dan khalifahnya, `Abdullah al-Fardi, keluar untuk bertemu dengannya bersama sekelompok orang.  Beberapa orang Kristen memintanya untuk masuk ke dalam Gereja Kumama untuk memberkatinya dengan kehadirannya.  Kemudian ia melanjutkan perjalanannya ke al-Khalil (Hebron), kotanya Nabi Ibrahim (a), ayah dari semua Nabi, dan ia disambut oleh orang-orang di sana.  Ia masuk ke dalam Masjid Ibrahim al-Khalil dan ia mengambil keberkahan dari dindingnya.  

Ia pergi lagi ke Hijaz untuk mengunjungi Baitullah (Ka`bah suci) pada tahun 1241 H/1826 M.  Sekelompok besar khalifah dan murid-muridnya turut menemaninya.  Kotanya Masjidil Haram beserta para ulama dan Awliyanya keluar untuk menemuinya dan semuanya mengambil bay’at darinya.  Mereka memberinya kunci-kunci kedua Kota Suci dan mereka menganggapnya sebagai Syekh Spiritual bagi Dua Kota Suci.  Ia melakukan tawaf mengelilingi Ka’bah, tetapi pada hakikatnya Ka’bah yang memutarinya. 

Setelah hajinya dan berziarah ke makam Nabi (s), ia kembali ke Syam asy-Syarif (Suriah yang diberkati).  Ia diterima dengan hangat oleh Sultan Ottoman, Mahmud Khan, di mana ketika ia memasuki Syam, sebuah parade yang sangat besar diadakan dan 250.000 orang menyambutnya di gerbang kota.  Semua ulama, menteri, Syekh, orang kaya dan miskin datang untuk turut mengambil keberkahan dan meminta doanya.  Itu bagaikan sebuah hari raya.  Para penyair melantunkan puisi mereka dan orang-orang kaya memberi makan pada fakir miskin.  Semua orang sama di hadapannya ketika ia memasuki kota.  Ia membangkitkan ilmu Spiritual dan ilmu lahir dan menyebarkan cahaya itu sehingga orang-orang, baik Arab dan non-Arab menerima Tarekat Naqsybandi dari tangannya. 

Pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadan tahun 1242 H./1827 M. ia memutuskan untuk mengunjungi Quds (Yerusalem) dari Damaskus.  Murid-muridnya sangat senang dan ia berkata, “Alhamdulillah, kita akan melakukannya jika Allah memanjangkan umur kita, setelah Ramadan, pada awal Syawal.”  Itu merupakan tanda bahwa ia mungkin akan meninggalkan dunia fana ini. 

Pada hari pertama di bulan Syawal, wabah penyakit mulai menyebar dengan cepat di kota Syam (Damaskus).  Salah satu muridnya memintanya untuk mendoakan dirinya agar selamat dari wabah itu, dan ia menambahkan, “Dan untukmu juga Syekhku.”  Ia berkata, “Aku merasa malu di hadapan Tuhanku, karena niatku ketika datang ke Syam adalah untuk mati di Tahan Suci ini.” 

Yang pertama meninggal dunia adalah putranya, Bahauddin, pada malam Jumat dan ia berkata, “Alhamdulillah, ini adalah jalan kami,” dan ia menguburkannya di Jabal Qasiyun.  Putranya berumur lima tahun lewat beberapa hari.  Anak itu fasih dalam tiga bahasa: Persia, Arab, dan Kurdi, dan ia biasa membaca Qur’an.

Kemudian, pada tanggal 9 Dzul-Qaidah, putrnya yang lain, Abdur Rahman juga meninggal dunia.  Ia lebih tua setahun dari adiknya.  Mawlana Khalid (q) memerintahkan murid-muridnya untuk menggali makam untuk menguburkan putra keduanya.  Ia berkata, “Di antara murid-muridku, banyak yang akan meninggal dunia.” Ia memerintahkan mereka untuk menggali lebih banyak untuk murid-muridnya, termasuk istri dan putrinya, dan ia memerintahkan mereka untuk mengairi daerah itu.  Kemudian ia berkata, “Aku memberi otoritas sebagai penerusku dalam Tarekat Naqsybandi kepada Syekh Isma`il asy-Syirwani.”  Ia mengatakan hal ini pada tahun kematiannya, 1242 H./1827 M.

Suatu hari ia berkata, “Aku mendapat suatu penglihatan spiritual yang luar biasa kemarin: aku melihat Sayyidina `Utsman Dzun-Nurayn (r) seolah-olah beliau wafat dan aku melakukan salat untuknya.  Beliau membuka matanya dan berkata, ‘Ini adalah dari keturunanku.’  Beliau menggandeng tanganku dan membawanya kepada Nabi (s), dan berkata kepadaku agar membawa seluruh murid Naqsybandi di zamanku dan di zaman setelahku hingga zamannya Mahdi (a), dan beliau memberkati mereka.  Kemudian aku keluar dari penglihatan itu, dan aku melakukan salat Maghrib bersama anak-anak dan murid-muridku.

“Rahasia apapun yang kumiliki telah kuberikan kepada deputiku, Isma`il asy-Syirwani.  Siapa yang tidak menerimanya, berarti ia bukan bagian dariku.  Jangan berdebat, jadilah satu pikira dan ikuti pendapatnya Syekh Isma`il.  Aku menjamin siapapun di antara kalian yang menerima dan mengikutinya, ia akan bersamaku dan bersama Nabi (s).” 

Ia memerintahkan mereka agar tidak menangisinya, dan ia meminta mereka untuk menyembelih hewan dan memberi makan fakir miskin demi kecintaan kepada Allah dan demi kehormatan Syekh.  Ia kemudian meminta mereka untuk mengirimkan bacaan Qur’an dan doa.  Ia memerintahkan mereka untuk tidak menulis apa-apa di makamnya, kecuali “Ini adalah makam Sang Ghariib (orang asing) Khalid.” 

Setelah `Isya' ia masuk ke dalam rumahnya, memanggil semua keluarganya, dan menasihati mereka, “Aku akan meninggal dunia pada hari Jumat.”  Mereka tinggal bersamanya sepanjang malam.  Sebelum Fajr, ia bangun, berwudu dan salat sebentar.  Kemudian ia masuk ke dalam kamarnya dan berkata, “Tidak ada yang boleh memasuki kamar ini kecuali atas perintahku.”  Ia berbaring di sisi kanan, menghadap Qiblah, dan berkata, “Aku telah terkena wabah dan aku akan menanggung semua wabah yang diturunkan di Damaskus.”  Ia mengangkat tangannya dan berdoa, “Siapapun yang terkena wabah, biarkan wabah itu mengenaiku dan selamatkan semua orang di Syam.” 

Hari Kamis tiba, dan semua Khalifahnya masuk ke kamarnya.  Sayyidina Isma`il asy-Syirwani bertanya, “Bagaimana perasaanmu?”  Ia berkata, “Allah telah mengabulkan doaku.  Aku akan membawa semua wabah dari semua orang di Syam dan aku sendiri akan meninggal dunia pada hari Jumat.”  Mereka menawarinya air, tetapi ia menolak, dan berkata, “Aku meninggalkan dunia untuk bertemu Tuhanku.  Aku telah menerima untuk membawa semua wabah dan membebaskan orang-orang yang terinfeksi di Syam.  Aku akan meninggal pada hari Jumat.” 

Ia membuka matanya dan berkata, “Allahu haqq, Allahu haqq, Allahu haqq,” ikrar yang dibaca dalam bay’at Tarekat Naqsybandi, dan ia membaca ayat 27-30 dari Surat al-Fajr: “Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridai-Nya!  Maka masuklah ke dalam jemaah hamba-hamba-Ku!  Masuklah ke dalam Surga-Ku!”  Kemudian ia menyerahkan jiwanya kepada Tuhannya dan ia pun wafat, seperti yang telah diprediksikannya, pada tanggal 13 Dzul Qaidah, 1242 H./1827 M.  Mereka membawanya ke madrasahnya dan memandikannya dengan air yang penuh cahaya.  Mereka mengkafaninya sambil berzikir, khususnya Syekh Isma`il asy-Syirwani, Syekh Muhammad, dan Syekh Aman. Mereka membaca Qur’an di sekelilingnya dan di pagi harinya, mereka membawanya ke sebuah masjid di Yulbagha.

Syekh Isma`il asy-Syirwani meminta Syekh Aman `Abdin untuk melakukan salat jenazah untuknya. Masjid tidak mampu mengakomodasi semua orang yang hadir.  Dikatakan bahwa lebih dari 300.000 orang melakukan salat di belakangnya.  Syekh Isma`il berjanji kepada orang-orang yang tidak bisa melakukan salat di masjid bahwa ia akan melakukan salat jenazah kedua kalinya di makam.  Orang-orang yang memandikannya membawa jenazahnya ke kuburnya.  Hari berikutnya, Sabtu, seolah-olah suatu keajaiban terjadi di Syam, wabah itu tiba-tiba menghilang dan tidak ada lagi orang yang meninggal dunia. 

Mawlana Khalid meneruskan Rahasianya kepada penerusnya Syekh Isma`il asy-Syirwani (q). 


Sang Guru Syekh Abdullah Ad Dihlawi






















Ayo Perbanyak Solawat

download win hisab versi 2.96 via ziddu

SARKUB TECH MELEK IPTEK

UNIVERSITAS MENYAN INDONESIA

Santri

PISS - KTB

Total tayangan laman

4