“Karomah wali” bagian materi yang
disampaikan oleh Habib lutfi dalam peringatan khaul Syaikh Abu Hasan Ali
al-Syadlili di Desa Pajomblangan Kedungwuni.
Karomah yang dalam bahasa jawa disebut “keramat”,atau dalam istilah
lain mukjizat,( pemakaian kata mukjizat ini aviliasinya lebih ke para
Nabi maupun Rasul), sering disalah artikan. Banyak yang mengaviliasikan
karomah ke suatu hal yang bersifat mistis, aneh, dan irasional.
Status kewalian para wali yang hanya di pandang dari sudut bagamaiana
seorang wali ini mampu melakukan hal-hal yang bersifat irasional
tentunya bukanlah hal yang tepat, walupun keramat itu benar adanya,
namun ini tidak bisa dijadikan justfikasi untuk membuktikan kewalian
para wali. Karena menurut Abah Lutfi seorang wali itu bukan hanya
seorang yang mampu mengeluarkan keramat saja,keramat itu keluar pada
waktu-waktu tertentu dan ketika dibutuhkan, kalau tidak dibutuhkan ya
tidak bisa keluar. Dari sini kita juga harus melihat bagaiamana seorang
wali berjuang dan terutama memberi maslahah, memberi solusi terhadap
permasalahan-permasalahan ummat dan lain –lain.
Wali yang dibutuhkan
dewasa ini bukanlah wali yang hanya berkeramat itu tadi, namun lebih ke
bagaimana wali mampu memberi maslahah li al-Ummat, sejauh mana wali
mampu memberi perubahan baik di bidang ekonomi dan lain-lain. Syaikh Abu
Hasan Ali al-Syadlili ketika umur tujuh tahun sudah mampu memberi
perubahan terhadap perekonomian menjadi bukti akan hal itu, wali songo
yang sudah meninggal yang sampai sekarang masih bisa memberi kehidupan
para pedagang disamping makam-makamnya pun juga sebuah bukti nyata akan
kewalian para wali.
Mari kita lihat Rasulullah sendiri,mukjizat
terbesarnya adalah al-Qur’an, mengapa tidak sebagaimana nabi Musa yang
mempunyai mukjizat membelah laut dengan tongkat, bagi nabi Isa yang
mempunyai mukjizat menyembuhkan orang sakit lepra hanya semata-mata
dengan menjamah.
Maka timbullah pertanya’an, mengapa mukjizat nabi
Muhammad hanya al-Qur’an yang dibaca, atau satu kitab yang dipelajari,
bukan sebagaimana mukjizat yang mengagumkan akal? Mengapa tidak
sebagaimana yang ada pada nabi Musa, Mengapa tidak api yang tidak
menghangusi nabi Ibrahim, atau sebagai nabi Isa yang menyembuhkan orang
buta dan lepra itu.
Orang-orang musyrikin di Makkah dahulupun pernah
meminta supaya Nabi Muhammad Saw. menunjukan suatu mukjizat, misalnya
bukit shafa menjadi emas, atau beliau sendiri mempunyai sebuah rumah
dari emas, dan beberapa permintaan yang lain.. Tetapi permintaan mereka
tidak dikabulkan oleh Allah atau tidak memandang itu lebih penting dari
mukjizat al-Qur’an. Beberapa hadits sahih yang telah diriwayatkan dari
sahabat beliau, bahwa beliapun pernah mempertujukkan mukjizat yang
aneh-aneh dan ganjil, misalnya keluar air yang diminum oleh 1200 orang
dari dalam timba beliau yang kecil di Hudaybiyah, atau hujan lebat
disekitar kemah tentara saja dan tidak turun di tempat lain sehingga
semuanya dapat menampung air, yang banyakinya 30.000 orang dalam
perjalaanan kepeperanga Tabuk dan bebrapa mukjizat yang lain. Tetapi
mukjizat-mukjizat yang demikian tidaklah beliau jadikan tantangan kepada
kaum musyrikin. Beliau menentang lawan hanya dengan mukjizat al-Qur’an.
Dengan al-Qur’an beliau mengokohkan risalatnya dan dengan al-Qur’an
belaiu menambah iman pengikut-pengikut belaiu, kaum yang beriman,
sampai hari kiamat.Mukjizat seorang Rasul ataupun seorang nabi selalu
disesuaikan Tuhan dengan zaman hiduap Rasul atau Nabi itu sndiri, dan
harus sesuai pula dengan macam-ragam risalat yang dibawanya. Apabila
risalatnya itu adalah risalat yan g nyata untuk seluruh manusia, yang
kekal dan tidak akan berubah lagi sampai selama-lamanya, hedaklah
mukjizatnya itu yang kekal dan merata pula, yang kian mendalam orang
berfikir, kian mengakui akan mukjizat itu. Mukjizat sekali-kali tidak
akan kekal, kalau dia hanya merupakan suatu kejadian yang dapat dilihat
mata disuatu masa. Sebab apabila Rasul yang membawa mukjizat itu telah
berpulang ke rahmatullah, mukjizat itu tidak akan bertemu lagi. Dan ada
pula suatu kejadian yang dipandang mukjizat dizaman hidup nabi yang
bersangkutan, namun setelah beberpa abad di belakang, mukjizat itu tidak
ada lagi karena kemajuan ilmu pengetahuan. Sebab itu maka mukjizat yang
diberikan kepada nabi Muhammad bukanlah mukjizat untuk dilihat mata dan
panca indra (hissi), tetapi untuk dilihat hati dan meminta pemikiran
(maknawi). Mukjizat hisi telah habis pengaruhnya dengan habis zamanya.
Mukjizat Musa dan Isa hanya dilihat oleh manusia yang sezaman dengan
beliau.
Sebagaimana mukjizat nabi Musa dan Isa yang sudah lapuk
termakan zaman, begitu juga keramat wali dimasa sekarang ini. Mari,
Jangan kita jadikan keramat sebagai patokan dalam menilai kewalian para
wali, wilayah keramat dan tidaknya bukanlah kita yang menentukan..
Apalagi dizaman dimana ilmu pengetahuanlah yang akan menjawab segala
permasalahan-permasalahan yang ada, karna wali yang dibutuhkan dewasa
ini bukanlah wali yang demikian adanya, Rasul sendiri menghadapi
tantangan kaum Musrikin dengan kemukjizatan al-Quran bukan yang lain,
walaupun Rasul mampu.
Untuk itu mari kita tepis anggapan-anggapan
yang mendeskreditkan tariqat/tasawuf, atau yang mengatakan bahwa
bertasawuf/berthariqat berpotensi terhadap kemunduran atau stagnasi ilmu
pengetahuan dengan hanya memandang sisi kewalian dari adanya
keramat-keramat itu tadi. Bukti Syaikh Abu Hasan Ali as-Syadlili diatas
merupakan bagian dari jawaban bahwa anggapan itu tidak tepat, belum
bukti-bukti yang lain, seperti suksesnya pergerakan ekonomi berbasis
masyarakat thariqah muridiyyah di Senegal, as-Syadliliyyah di Afrika
Selatan dan lain-lain. Keberhasilan ulama-ulama tasawuf diatas merupakan
bukti bahwa sebenarnya mereka disamping bertasawuf/berthariqat, mereka
juga sangat menjunjung tinggi ilmu pengetahuan.
Habib Lutfi dalam
setiap kesempatan pun selalu terus menerus mengajarkan tentang betapa
pentingnya ilmu pengetahuan, beliau tidak pernah membatasi ilmu hanya
terpatok pada ilmu agama saja. Kepada murid-muridnya beliau selalu
mendukung mengenai ilmu yang dipelajari, baik itu terkait ilmu umum
seperti kedokteran, pertanian,perekonomian dan lain-lain. Dibalik
kemursyidan tahriqahnya beliau juga tidak terlepas dari tokoh/ulama yang
punya tanggung jawab menuntun ummatnya dari hal ikhwal keduniaan menuju
hal ikhwal keakhiratan.Wallahu A’lam..!
sumber:
http://www.habiblutfiyahya.net/index.php?option=com_content&view=article&id=222%3Akeramat-wali-&catid=34%3Aberita&Itemid=18&lang=id
Penulis : Muhammad Zamroni