,

,

Rabu, 27 Agustus 2014

Sa’ad bin Abi Waqqash



REPUBLIKA.CO.ID, “Aku adalah orang ketiga yang memeluk Islam, dan orang pertama yang melepaskan anak panah di jalan Allah,” 

Demikianlah Sa’ad bin Abi Waqqash mengenalkan dirinya. Ia adalah orang ketiga yang memeluk Islam, dan orang pertama yang melepaskan anak panah dari busurnya di jalan Allah.

Sa’ad bin Abi Waqqash bin Wuhaib bin Abdi Manaf hidup di tengah-tengah Bani Zahrah yang merupakan paman Rasulullah SAW. Wuhaib adalah kakek Sa’ad dan paman Aminah binti Wahab, ibunda Rasulullah. 

Sa’ad dikenal orang karena ia adalah paman Rasulullah SAW.  Dan beliau sangat bangga dengan keberanian dan kekuatan, serta ketulusan iman Sa'ad. Nabi bersabda, “Ini adalah pamanku, perlihatkan kepadaku paman kalian!”

Keislamannya termasuk cepat, karena ia mengenal baik pribadi Rasulullah SAW. Mengenal kejujuran dan sifat amanah beliau. Ia sudah sering bertemu Rasulullah sebelum beliau diutus menjadi nabi. Rasulullah juga mengenal Sa’ad dengan baik. Hobinya berperang dan orangnya pemberani. Sa’ad sangat jago memanah, dan selalu berlatih sendiri. 

Kisah keislamannya sangatlah cepat, dan ia pun menjadi orang ketiga dalam deretan orang-orang yang pertama masuk Islam, Assabiqunal Awwalun.

Sa’ad adalah seorang pemuda yang sangat patuh dan taat kepada ibunya. Sedemikian dalam sayangnya Sa’ad pada ibunya, sehingga seolah-olah cintanya hanya untuk sang ibu yang telah memeliharanya sejak kecil hingga dewasa, dengan penuh kelembutan dan berbagai pengorbanan.

Ibu Sa’ad bernama Hamnah binti Sufyan bin Abu Umayyah adalah seorang wanita hartawan keturunan bangsawan Quraisy, yang memiliki wajah cantik dan anggun. Disamping itu, Hamnah juga seorang wanita yang terkenal cerdik dan memiliki pandangan yang jauh. Hamnah sangat setia kepada agama nenek moyangnya; penyembah berhala.

Pada suatu hari, Abu Bakar Ash-Shiddiq mendatangi Sa'ad di tempat kerjanya dengan membawa berita dari langit tentang diutusnya Muhammad SAW, sebagai Rasul Allah. Ketika Sa’ad menanyakan, siapakah orang-orang yang telah beriman kepada Muhammad SAW. Abu Bakar mengatakan dirinya sendiri, Ali bin Abi Thalib, dan Zaid bin Haritsah. 

Seruan ini mengetuk kalbu Sa’ad untuk menemui Rasulullah SAW, untuk mengucapkan dua kalimat syahadat. Ia pun memeluk agama Allah pada saat usianya baru menginjak 17 tahun. Sa’ad termasuk dalam deretan lelaki pertama yang memeluk Islam selain Ali bin Abi Thalib, Abu Bakar As Siddiq dan Zaid bin Haritsah. 

Setelah memeluk Islam, keadaannya tidak jauh berbeda dengan kisah keislaman para sahabat lainnya. Ibunya sangat marah dengan keislaman Sa'ad. “Wahai Sa’ad, apakah engkau rela meninggalkan agamamu dan agama bapakmu, untuk mengikuti agama baru itu? Demi Allah, aku tidak akan makan dan minum sebelum engkau meninggalkan agama barumu itu,” ancam sang ibu.

Sa’ad menjawab, “Demi Allah, aku tidak akan meninggalkan agamaku!”

Sang ibu tetap nekat, karena ia mengetahui persis bahwa Sa’ad sangat menyayanginya. Hamnah mengira hati Sa'ad akan luluh jika melihatnya dalam keadaan lemah dan sakit. Ia tetap mengancam akan terus melakukan mogok makan. 

Namun, Sa’ad lebih mencintai Allah dan Rasul-Nya. “Wahai Ibunda, demi Allah, seandainya engkau memiliki 70 nyawa dan keluar satu per satu, aku tidak akan pernah mau meninggalkan agamaku selamanya!” tegas Sa'ad.

Akhirnya, sang ibu yakin bahwa anaknya tidak mungkin kembali seperti sedia kala. Dia hanya dirundung kesedihan dan kebencian.

Allah SWT mengekalkan peristiwa yang dialami Sa’ad dalam ayat Al-Qur’an, “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.” (QS. Luqman: 15).

Pada suatu hari, ketika Rasulullah SAW, sedang duduk bersama para sahabat, tiba-tiba beliau menatap ke langit seolah mendengar bisikan malaikat. Kemudian Rasulullah kembali menatap mereka dengan bersabda, "Sekarang akan ada di hadapan kalian seorang laki-laki penduduk surga." 

Mendengar ucapan Rasulullah SAW, para sahabat menengok ke kanan dan ke kiri pada setiap arah, untuk melihat siapakah gerangan lelaki berbahagia yang menjadi penduduk surga. Tidak lama berselang datanglah laki-laki yang ditunggu-tunggu itu, dialah Sa’ad bin Abi Waqqash. 

Disamping terkenal sebagai anak yang berbakti kepada orang tua, Sa’ad bin Abi Waqqash juga terkenal karena keberaniannya dalam peperangan membela agama Allah. Ada dua hal penting yang dikenal orang tentang kepahlawanannya. Pertama, Sa’ad adalah orang yang pertama melepaskan anak panah dalam membela agama Allah dan juga orang yang mula-mula terkena anak panah. Ia hampir selalu menyertai Nabi Saw dalam setiap pertempuran.

Kedua, Sa’ad adalah satu-satunya orang yang dijamin oleh Rasulullah SAW dengan jaminan kedua orang tua beliau. Dalam Perang Uhud, Rasulullah SAW bersabda, "Panahlah, wahai Sa’ad! Ayah dan ibuku menjadi jaminan bagimu." 

Sa’ad bin Abi Waqqash juga dikenal sebagai seorang sahabat yang doanya senantiasa dikabulkan Allah. Qais meriwayatkan bahwa Rasulullah saw pernah bersabda, “Ya Allah, kabulkanlah Sa’ad jika dia berdoa.”

Sejarah mencatat, hari-hari terakhir Sa’ad bin Abi Waqqash adalah ketika ia memasuki usia 80 tahun. Dalam keadaan sakit, Sa’ad berpesan kepada para sahabatnya agar ia dikafani dengan jubah yang digunakannya dalam Perang Badar—perang kemenangan pertama untuk kaum Muslimin. 

Pahlawan perkasa ini menghembuskan nafas yang terakhir pada tahun 55 H dengan meninggalkan kenangan indah dan nama yang harum. Ia dimakamkan di pemakaman Baqi’, makamnya para syuhada.

Sumber:

Para Waliyullah Penyebar Ajaran Baginda Nabi Shollallahu Alaihi Wassalam Part 4 (Pics Only)

 Abdul Khaliq al-Gujdawani ibn Imam Abdul Jamil
(gurunya Arif Ar-Riyukariy)
Sayid Amir Kulal
(gurunya Bahaudin An-Naqsyabandy)
Makam Muhammad Baba As Samasi
(gurunya Sayid Amir Kulal)





'Ngopi' & Tarekat Tijaniyah Syekh Ahmadou Bamba Senegal


"Kedamaian yang aku dapat dari Allah tidak dapat ditakar dengan kenikmatan apapun di jagat ini, Dia-lah sumber kedamaianku"
Syekh Ahmadou Bamba 
(1854-1927)
- Penyebar Tarekat Tijaniyah di Senegal - 

Syekh Saliou Mbacke, penerus Ahmad Bamba
sedang menuangkan kopi Touba 
Grafiti beliau di pojok kota St Louis, Senegal
Lahir di Wolf, Senegal dengan nama Ahmad bin Muhamad bin Habibullah di era penjajahan Prancis tahun 1854 M, gerakan penjajahan barat beliau lawan dengan perdamaian dan ilmu pengetahuan. Beliau mendapat julukan 'Khadimurrosul' (pelayan Rosulullah shollallahu alaihi wasalam) karena khidmah beliau yang tinggi menjunjung ajaran Rosulullah shollallahu alaihi wasalam dan menebarkan solawat di Senegal.

Bar Solat lan ngaji Ngopi sek cak
Syekh Ahmad Bamba juga mempopulerkan tradisi 'ngopi' racikan beliau dengan para murid tarekatnya di kota Touba, tradisi ngopi terus berkembang hingga sekarang. Orang senegal sering menyebutnya Cofe Touba, orang-orang berkumpul sambil mendengar pengajian selepas itu mereka ngopi bareng. Kalau di Indonesia mirip nasi Buchori atau nasi berkat yang sering kita makan selepas maulid Nabi shollallahu alaihi wasalam sambil kongkow bareng kawan-kawan menyambung asah, asih dan asuh.  

Abis ngaji ngopi dulu bro
Antoine J.M.A Lasselves mata-mata prancis saat itu mengatakan :
"Sheikh Ahmad Bamba memiliki kekuatan menarik masa yang luar biasa, kata-katanya bisa membuat orang berkumpul, membingungkan bagaimana ia bisa mengumpulkan pengikut sebanyak ini. Saya jadi teringat bagaimana dulu Nabinya mengajarkan kebaikan & kebajikan dimulai dari nol hingga Islam begitu besar. Dia benar2 mengikuti jejak Nabinya. Karena itulah saya yakin dengan kata-katanya yang penuh hikmah, kebaikan hatinya, keramahan, kesabaran serta kelembutan jiwanya membuat dia dikagumi banyak orang. Saya yakin hanya seorang bijak yang memiliki sifat-sifat seperti dia, dia benar-benar mengikuti perjuangan Nabinya"
------------------------------------------------------------------------
Disarikan dari berbagai sumber terpercaya sambil 'udud'




Syeikh Ali al-Khawwash, Sang Wali Qutub, Guru Al-Imam Abdul Wahab Asy-Sya'roni (Bag. III)


[Dok. Ziarah Bab Nashr; 22 Aug '14 ]
Makam Waliyullah; Ali al-Khawwash.
____________________________
Lanjutan kisah dari postingan sebelumnya (25 Agustus '14)..

Ali al-Khawwash dan Tasawwuf
Dalam masalah tasawuf, ia juga mempunyai komentar menarik, "Seseorang tidak akan sampai pada jajaran ahli-tarekat kecuali ia 'alim dalam ilmu syariat; mujmal mubayannya, nasikh mansukhnya, khos dan am-nya. Orang yang tidak menguasai masing-masing dari hal tersebut, ia gugur dari jajaran tokoh tarekat."

Mendengar pernyataan semacam itu, murid kesayangannya, Sya'rani bertanya, "Kalau begitu, para syeikh sekarang jatuh dari derajat ini, sebab mereka buta dalam masalah syariat, guru?"
Ali al-Khawwash menjawab, "Ya, benar. Mereka mengarahkan manusia pada sebagian jalan agama saja. Padahal para sufi adalah orang yang -meskipun sendirian- mampu memberikan apa yang dibutuhkan masyarakat, baik masalah syariat maupun hakikat."
Kehebatan tokoh satu ini juga meliputi permasalah 'khalwat'. Dalam hal ini, ia mengatakan, "Menyendiri, menyepi dengan Allah saja, yang dalam dunia sufi dikenal dengan sebutan khalwat, tidak mungkin dilakukan kecuali oleh Wali al-Qutb al-Ghauts pada setiap masa. Ketika badannya berpisah dengan nur-nya dan berpindah ke alam akhirat, Allah mengganti sang wali tersebut dengan wali lainnya."
Dalam hubungan murid dengan guru, ia mengutarakan, "Seharusnya para murid itu mengutarakan penyakit hatinya pada gurunya. Jika ia mempunya hati yang jelek, gurunya akan menunjukkan jalan kesembuhannya. Kalau sampai ia tak melakukan hal itu karena malu, ada kemungkinan ia mati tetap dengan penyakitnya itu."
Ali al-Khawwash mempunyai banyak perkataan yang belum pernah diucapkan oleh siapapun.
Suatu ketika, ia berbicara tentang epistem manusia, "Al-Idrak (episteme / ilmu pengetahuan) adalah sifat akal; [berupa] pendengaran, penglihatan, perasaan, dan penciuman. --- Kesenangan dan marah adalah sifat nafsu. --- 
Mengingat, senang, pasrah, dan sabar adalah sifatnya ruh. ---
Fitrah, cahaya, hidayah, keyakinan adalah sifat rahasia (sirr). ---
Akal, nafsu, ruh, sirr, semua itu sifat manusia."
___________________________
Ada sebuah kisah tentang salah satu karamah beliau yang sampai sekarang bisa kita lihat jika berziarah di makam beliau. Bahkan di foto ini pun sekarang nampak jelas. Apa itu?

Kisah selanjutnya tentang Syeikh Ali al-Khawwash, Sang Sufi Nan Laduni ada di postingan berikutnya..
Shollu ala Sidnannabi!
___________________________
Sahabat sarkubmesir.net yang hendak berziarah, bisa meminta kunci pada kakek tukang laundry di depan masjid. Tak usah ragu, ia baik hati dan ikhlas bahkan menolak saat diberi alawah, seberapapun besarnya.

sumber :



Ayo Perbanyak Solawat

download win hisab versi 2.96 via ziddu

SARKUB TECH MELEK IPTEK

UNIVERSITAS MENYAN INDONESIA

Santri

PISS - KTB

Total tayangan laman

4