,

,

Minggu, 16 September 2012

Jam’iyyah Ahlith Thariqah Al-Mu’tabarah An-Nahdliyyah




PROFIL
Jam’iyyah Ahlith Thariqah Al-Mu’tabarah An-Nahdliyyah didirikan di tegalrejo magelang 20 rojab 1377 / 10 Oktober 1957.

TOKOH PENDIRI
KH. Abdul Wahab Hasbullah
KH. Bisri Syamsuri
KH. Dr. Idham Cholid
KH. Masykur
KH. Muslih

TUJUAN ORGANISASI

  1. Mensosialisasikan Thoriqoh ditengah-tengah masyarakat dengan menghindari terjadinya konflik-konflik yang disebabkan karena khilafiyah (perbedaan) dan menghindari segala sesuatu yang memberatkan bagi para penganut Thoriqoh
  2. Mengupayakan berlakunya Syari’at Islam Ala Ahlussunah wal-Jama’ah secara konsisten dalam bidang syari’at, Thoriqoh, Hakikat dan Ma’rifat ditengah masyarakat dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia 
  3. Menyebarluaskan dan mengembangkan ajaran Thoriqoh Al Mu’tabarah An Nahdliyyah melalui kegiatan-kegiatan khususiyyah Thoriqiyyah/Tawajjuhan 
  4. Mengembangkan, mempercepat, mempergiat dan memelihara ukhuwah Thoriqiyyah An Nahdliyyah sesama pengamal Thoriqoh, meningkatkan tasyammuh antar aliran–aliran Thoriqoh dan meningkatkan ilmu nafi’ dan amal shalih dlohir dan bathin menurut Ulama Sholihin dengan bai’at yang shoheh 
  5. Dibidang agama; mensyi’arkan dan mempergiat pelaksanaan ajaran Islam utamanya mu’taqod Islam menurut faham Ahlussunah wal Jama’ah 
  6. Dibidang akhlaq; mengembangkan Takholli, Tahalli dan Tajalli dalam rangka tercapainya ahlaqul karimah 
  7. Dibidang ukhuwah Islamiyyah; mempererat dan memperkuat tali persaudaraan sesama penganut dan pengamal ajaran Thoriqoh utamanya hubungan antara Mursyid/Muqaddam, Khalifah, Badal dan Muridin/Muridat. 
  8. Dibidang Thoriqoh; mengusahakan tercapainya Asysyari’atil Ghourok wath-Thoriqil Baidlo’, yakni syari’at Islamiyyah dan Thoriqoh muttasil sanaduha ila-Rasulillah Shallallahu Alaihi Wasallam 
  9. Dibidang sosial; meningkatkan amar ma’ruf dan nahi mungkar kepada umat dengan hikmah dan mau’idloh hasanah serta menghindari upaya kekerasan.
  10. Dibidang wathoniyyah; meningkatkan kecintaan tanah air, menjaga tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
STRUKTUR ORGANISASI

Di tingkat pusat dinamakan  

Idaroh Aliyyah Jam’iyyah Thariqah Al-Mu’tabarah An-Nahdliyyah.

Di tingkat propinsi dinamakan 

Idaroh Wustha Jam’iyyah Ahlith Thariqah Al-Mu’tabarah An-Nahdliyyah.

di tingkat kabupaten/ kodya dinamakan 

Idaroh Syu’biyyah Jam’iyyah Ahlith Thariqah Al-Mu’tabarah An-Nahsliyyah.

Di tingkat kecamatan dinamakan 

Idaroh Ghusniyyah Jam’iyyah Ahlith Thariqah Al-Mu’tabarah An-Nahdliyyah.
Di tingkat desa dinamakan 

Idaroh Sa’afiyyah Jam’iyyah Ahlith Thariqah Al-Mu’tabarah An-Nahdliyyah.

HUBUNGAN KERJA SAMA


Hubungan silaturrahim untuk memperkuat tali persaudaraan antar Mursyid (Muqaddam) Khalifah, Badal dan Muridin Muridah.

Mengadakan pertemuan dan musyawarah kerja antar Idaroh dan para Kholifah.

SIFAT JAM'IYYAH THORIQOH

Universal artinya : Thoriqoh memiliki sifat yang mendunia melampui batas-batas wilayah dan negara karena tiap-tiap aliran Thoriqoh walaupun diamalkan oleh tiap-tiap warga negara tetapi secara sanad masing-masing masih berhubungan antara satu dengan yang lainnya.
Sifat menyeluruh artinya pelaksanaan ajaran Thoriqoh sekaligus meliputi pelaksanaan Al Aqidah Al Syariah Al Muamalah dan Al Akhlaq yang bertujuan untuk Wushul Ila Allah.
Tertib dan terbimbing setiap pengamal Thoriqoh harus didasarkan kepada kitab-kitab yang muktabar dengan bimbingan para Mursyid.
Al Wushul Ila Allah, Thoriqoh adalah tidak semata-mata bentuk amalan bacaan atau dzikir untuk mencari pahala tetapi Thoriqoh bertujuan membentuk manusia seutuhnya, lahiriyah bathiniyah, yang bisa mengembangkan dan merasa didengar dan dilihat oleh Allah, atas dirinya sehingga dapat memiliki beberapa sifat Al Hauf, Ar Raja’, As Shidiq, Al Mahabbah, Al Wara’, Az Zuhud, As Syukur As Shabar, Al Khaya’ dan Al Khusyu’. Semuanya itu merupakan bagian dari syarat dalam mencapai mardhotillah.
Amanah; Fathonah; Shidik dan Tabligh, sebagai cahaya pancaran dari baginda nabi yang seharusnya mewarnai setiap anggota Thoriqoh, sehingga dari sifat-sifat tersebut dapat melahirkan sifat handarbeni dan menghargai segala pemberian hak individu dari lingkup yang kecil sampai yang besar baik yang diberikan oleh Allah SWT maupun pemberian oleh sebab manusia.
 

KEGIATAN POKOK

Menyiarkan dan mempergiat ajaran Islam terutama mu’taqot islam menurut faham ahlussunah wal-jama’ah (al asy’ariyyah wal ma’turidiyyah) dengan bijaksana.

Mengembangkan ma’rifat billah, dan mentarbiyyah (mendidik) tercapainya akhlaqul karimah kepada umat.

Mempererat dan memperkuat hubungan serta persatuan para Guru Mursyid, Khalifah, dan Muridin Muridat.

Mengusahakan tercapainya asy syariatul ghorro’ wath-thariqatil baidlo’ yakni syariat islam dan thariqah muttasil sanaduha bir-rosulillahi SAW.

Meningkatkan amar ma’ruf nahi munkar kepada ummat dengan cara hikmah dan mau’idhoh hasanah.

Mengadakan bai’atan, sewelasan, pengajian triwulan, pengajian bulanan, pengajian rutin mingguan, pengajian rutin harian.

Mengadakan haul akbar / manaqib qubra satu tahun tiga kali, tempatnya berpindah-pindah



MENGENAI LAMBANG 

SUSUNAN DAN BAGIAN-BAGIAN
Lambang Jam'iyyah Ahlith Thariqah Al Mu’tabarah An Nahdliyyah terdiri atas 4 susunan warna dan 7 bagian.
1... Susunan warna hijau
2. ..Susunan warna hitam
3... Susunan warna putih
4... Susunan warna biru
Kemudian 7 bagian sebagai berikut :
1... Bintang sembilan
2... Tampar melingkar
3... Kitab ditumpuk berdiri
4... Ka’bah ditengah berdiri tegak
5... Kapal / perahu besar
6... Lautan bergelombang
7... Tulisan huruf Arab
ISI DAN BENTUK LAMBANG SERTA WARNA
Lambang Jam'iyyah Ahlith Thariqah Al Mu’tabarah An Nahdliyyah terdapat :
1... Bintang sembilan diluar tampar dan terletak diatas kapal, 5 buah dan yang atas sendiri paling besar, serta dibawah kapal 4 buah, yang mana bintang sembilan tersebut berwarna putih
2... Tampar berwarna putih melingkar didalam bintang sembilan dan diikat wangsal dengan tidak erat.
3... Kitab sebanyak 45 buah ditumpuk berdiri melingkari ka’bah dan berada dibawah tampar, kapal diatas dan berwarna hitam putih.
4... Ka’bah berdiri tegak dan ditengah-tengah, serta kelihatan pintunya, dan berwarna hitam diatas dasar putih.
5... Kapal / perahu besar berwarna hitam berada diatas lautan, yang ditengahnya dituliskan “JAM'IYYAH AHLITH THARIQAH” dengan huruf Arab berwarna putih.
6... Lautan bergelombang dan berwarna hitam biru dan berada dibawah kapal/perahu besar
7... Tulisan “AL MU’TABARAH AN NAHDLIYYAH” dengan huruf Arab berbentuk melengkung, berwarna putih diatas dasar hijau dan berada dibawah lautan.
ARTI WARNA DAN BAGIAN
Didalam lambang Jam'iyyah Ahlith Thariqah Al Mu’tabarah An Nahdliyyah terdapat 4 warna :
1... Warna Hijau, warna hijau sebagai dasar yang mempunyai arti hidup dan berkembang
Maksudnya : bahwa Jam'iyyah Ahlith Thariqah Al Mu’tabarah An Nahdliyyah adalah hidup dan berkembang dimana-mana daerah / kota maupun desa, untuk menuju Ridlo Allah Subhanahu wa Ta’ala
2... Warna Hitam, warna hitam terdapat pada Kitab, Ka’bah dan Kapal/perahu yang mempunyai arti : Teguh, Abadi dan Istiqomah.
Maksudnya : bahwa pengikut-pengikut Thariqah Mu’tabaroh Nahdliyyah selalu berusaha meningkatkan keteguhan Iman dan Islam, mengabdikan Amal Sholeh dan pembangunan serta Istiqomah ‘ala tho’atil-Lah wa tho’atir-Rosul wa ‘ulil Amri
3... Warna Putih, warna putih terdapat pada bintang 9 (sembilan), dasar ka’bah dan kitab serta tulisan huruf Arab yang mempunyai arti : Bersih dan Suci.
Maksudnya : bahwa pengikut-pengikut Thariqah Mu’tabaroh Nahdliyyah selalu meningkatkan kebersihan dhohir dan bathin dari sifat madzmumat (tercela) menuju kepada sifat mahmudat (terpuji), baik kepada Allah sebagai Kholiqnya atau kepada manusia sebagai sesama Mahluq-Nya.
4... Warna Biru, warna biru hanya terdapat didalam lautan, yang mempunyai arti damai dan dalam.
Maksudnya : bahwa pengikut-pengikut Thariqah Mu’tabaroh Nahdliyyah selalu melaksanakan dan meningkatkan serta menggalang persatuan dan perdamaian, untuk mengamalkan Syari’at Islamiyyah ‘ala Ahli Sunah wal Jama’ah dan Thariqiyyah menurut ajaran ‘Ulama’ Salafus Sholihin secara berhati-hati dan bijaksana.
Kemudian didalam Jam’iyyah Ahlith Thariqah Al Mu’tabarah An Nahdliyyah terdapat 7 (tujuh) bagian.
1... Bintang Sembilan, mempunyai arti sebagai berikut :
a... Bahwa Thariqah Mu’tabaroh Nahdliyyah di Indonesia ini, pertama-tama dibawa/diajarkan oleh Walisongo (wali 9)
b... Bintang 5 (lima) buah diatas melambangkan bahwa Jam'iyyah Ahlith Thariqah Al Mu’tabarah An Nahdliyyah selalu berpegang dan mengamalkan ajaran Rosulullah serta ajaran Khulafa’ur Rasyidin (Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali) dan melaksanakan Pancasila.
c... Bintang 4 buah dibawah menunjukkan bahwa Jam'iyyah Ahlith Thariqah Al Mu’tabarah An Nahdliyyah selalu berpegang Al-Qur’an, Hadits, Ijma’ dan Qiyas serta berhaluan Ahlus Sunah wal Jama’ah ‘ala Ahadi Madzahibil ‘Arba’ah (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali) dan melaksanakan UUD ’45 (4, terdapat empat buah bintang dibawah dan 5, terdapat lima buah bintang diatas)
2... Tampar melingkar dan diikat wangsal dengan tidak erat, mempunyai arti sebagai berikut :
a... Bahwa Jam'iyyah Ahlith Thariqah Al Mu’tabarah An Nahdliyyah selalu berpegang teguh pada Hablullah (Agama Allah / Agama Islam)
b... Bahwa Jam'iyyah Ahlith Thariqah Al Mu’tabarah An Nahdliyyah selalu menggalang persatuan dan kasatuan yang kokoh dan sentosa.
c... Bahwa Jam'iyyah Ahlith Thariqah Al Mu’tabarah An Nahdliyyah selalu terbuka untuk semua orang Islam Ahlus Sunah wal Jama’ah ‘ala Ahadi Madzahibil Arba’ah, yang berminat.
3... Kitab sebanyak 45 buah yang ditumpuk berdiri melingkari Ka’bah mempunyai arti sebagai berikut :
a... Bahwa Jumlah Thariqah Mu’tabaroh Nahdliyyah sebanyak 45 macam (berbeda namanya tetapi sama tujuannya)
b... Penganut-penganut Thariqah Mu’tabaroh Nahdliyyah selalu taat dan melaksanakan hukum-hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rosul-Nya dan Peraturan-peraturan Pemerintah Republik Indonesia, selama tidak bertentangan dengan Syari’at Islam.
c... Tokoh-tokoh Thariqah Mu’tabaroh Nahdliyyah secara Ikhlash dan gigih banyak yang ikut memperjuangkan Kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945.
4... Ka’bah berdiri tegak ditengah-tengah, mempunyai arti sebagai berikut :
a... Ke-Tauhidan, maksudnya : peserta Thariqah Al-Mu'ta-baroh An Nahdliyyah selalu Ma’rifat atas ke-Esaan Allah Subhanahu wa Ta’ala
b... Keabadian, maksudnya : peserta Thariqah Al-Mu'ta-baroh An Nahdliyyah tidak akan goyah Iman, Islam dan Ihsannya karena sesuatu hal.
c. Istiqomah, maksudnya : peserta Thariqah Al-Mu'ta-baroh An Nahdliyyah selalu melaksanakan Amal Sholeh dimana saja berada dan pada waktu kapan saja.
5... Kapal/perahu besar mempunyai arti sebagai berikut :
a... Syari’at Islam, maksudnya bahwa Thariqah Al-Mu'ta-baroh An Nahdliyyah tidak dapat dipisahkan dengan Syari’at Islam dan bangsa Indonesia yang terbesar memeluk Agama Islam.
b... Sebagai alat untuk menuju keselamatan dan kebahagiaan dunia dan akhirat
c... Bercita-cita besar dan tinggi serta mulia untuk mohon Ridlo Allah.
6... Lautan bergelombang, mempunyai arti sebagai berikut :
a. Ilmu Thariqah lebih dalam daripada ilmu Syari’at.
b. Ilmu Thariqah adalah salah satu jalan untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan untuk perdamaian bangsa.
c. Amalan Thariqah adalah amalan yang sangat terpuji baik bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala maupun bagi manusia.
7... Tulisan huruf Arab yang berbunyi “JAM'IYYAH AHLITH THARIQAH AL MU’TABARAH AN NAHDLIYYAH” bermaksud sebagai berikut :
a... Bahwa Thariqah Mu’tabaroh Nahdliyyah ini adalah organisasi Islam yang menjadi salah satu niven Jam’iyyah Nahdlatul Ulama’ (Keputusan Muktamar NU ke-26 di Semarang pada bulan Rajab 1399 H. bertepatan dengan bulan Juli 1979 M) yang dikukuhkan oleh Pengurus Besar Syuriyah Nahdlatul Ulama dengan Surat Keputusan nomor : 13/Syur.PB/V/1980 tertanggal 21 Robi’ul Akhir 1400 H. bertepatan dengan tanggal 6 Mei 1980 M.
b... Bahwa Thariqah Mu’tabaroh Nahdliyyah ini sambung menyambung sampai kepada Nabi Besar Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam Beliau dari Malaikat Jibril AS., Malaikat Jibril dari Allah ‘Azza wa Jalla.
c... Bahwa Jam’iyyah ini selalu bergerak dan melaksanakan pembangunan fisik / material dan mental / spiritual.

HIERARKI PARA WALIYULLAH

Syaikh Abu Hasan Ali Hujwiri dalam kitabnya yang berjudul Kasyf Al-Mahjub, mengatakan bahwa wali Akhyar sebanyak 300 orang, wali Abdal sebanyak 40 orang, wali Abrar sebanyak 7 orang, wali Autad sebanyak 4 orang, wali Nuqaba sebanyak 3 orang dan wali Quthub atau Ghauts sebanyak 1 orang. Sedangkan menurut yaikhul Akbar Muhyiddin ibnu `Arabi dalamkitabnya al-Futuhat al-Makkiyyah membuat pembagian tingkatan wali dan kedudukannya.

Jumlah mereka sangat banyak, ada yang terbatas dan yang tidak terbatas. Sedikitnya terdapat 9 tingkatan, secara garis besar dapat diringkas sebagai berikut:

1. Wali Quthub al-Aqthab atau Wali Quthub al-Ghauts
Wali yang sangat paripurna. Ia memimpin dan menguasai wali diseluruh alam semesta. Jumlahnya hanya seorang setiap masa. Jika wali ini wafat, maka Wali Quthub lainnya yang menggantikan.

2. Wali Aimmah
Pembantu Wali Quthub. Posisi mereka menggantikan Wali Quthub jika wafat. Jumlahnya dua orang dalam setiap masa. Seorang bergelar Abdur Robbi, bertugas menyaksikan alam malakut. Dan lainnya bergelar Abdul Malik, bertugas menyaksikan alam malaikat.

3. Wali Autad
Jumlahnya empat orang. Berada di empat wilayah penjuru mata angin, yang masing-masing menguasai wilayahnya. Pusat wilayah berada di Kaabah. Kadang dalam Wali Autad terdapat juga wanita. Mereka bergelar Abdul Hayyi, Abdul Alim, Abdul Qadir dan Abdul Murid.

4. Wali Abdal
Abdal berarti pengganti. Dinamakan demikian karena jika meninggal di suatu tempat, mereka menunjuk penggantinya. Jumlah Wali Abdal sebanyak tujuh orang, yang menguasai ketujuh iklim. Pengarang kitab al-Futuhatul Makkiyyah dan Fushus Hikam yang terkenal itu (Muhyiddin ibnu 'Arabi) mengaku pernah melihat dan bergaul baik dengan ke tujuh Wali Abdal di Makkatul Mukarramah. Pada tahun 586 di Spanyol, Muhyiddin ibnu 'Arabi bertemu Wali Abdal bernama Musa al-Baidarani. Sahabat Muhyiddin ibnu 'Arabi yang bernama Abdul Majid bin Salamah mengaku pernah juga bertemu Wali Abdal bernama Muâ'az bin al-Asyrash. Beliau kemudian menanyakan bagaimana cara mencapai kedudukan Wali Abdal. Ia menjawab dengan lapar, tidak tidur dimalam hari, banyak diam dan mengasingkan diri dari keramaian.

5. Wali Nuqobaa
Jumlah mereka sebanyak 12 orang dalam setiap masa. Allah memahamkan mereka tentang hukum syariat. Dengan demikian mereka akan segera menyadari terhadap semua tipuan hawa nafsu dan iblis. Jika Wali Nuqobaa melihat bekas telapak kaki seseorang diatas tanah, mereka mengetahui apakah jejak orang alim atau bodoh, orang baik atau tidak.

6. Wali Nujabaa
Jumlahnya mereka sebanyak 8 orang dalam setiap masa.

7. Wali Hawariyyun
Berasal dari kata hawari, yang berarti pembela. Ia adalah orang yang membela agama Allah, baik dengan argumen maupun senjata. Pada zaman nabi Muhammad sebagai Hawari adalah Zubair ibnu Awam. Allah menganugerahkan kepada Wali Hawariyyun ilmu pengetahuan, keberanian dan ketekunan dalam beribadah.

8. Wali Rajabiyyun
Dinamakan demikian, karena karomahnya muncul selalu dalam bulan Rajab. Jumlah mereka sebanyak 40 orang. Terdapat di berbagai negara dan antara mereka saling mengenal. Wali Rajabiyyun dapat mengetahui batin seseorang. Wali ini setiap awal bulan Rajab, badannya terasa berat bagaikan terhimpit langit. Mereka berbaring diatas ranjang dengan tubuh kaku tak bergerak. Bahkan, akan terlihat kedua pelupuk matanya tidak berkedip hingga sore hari. Keesokan harinya perasaan seperti itu baru berkurang. Pada hari ketiga, mereka menyaksikan peristiwa ghaib.

Berbagai rahasia kebesaran Allah tersingkap, padahal mereka masih tetap berbaring diatas ranjang. Keadaan Wali Rajabiyyun tetap demikian, sesudah 3 hari baru bisa berbicara. Apabila bulan Rajab berakhir, bagaikan terlepas dari ikatan lalu bangun. Ia akan kembali ke posisinya semula. Jika mereka seorang pedagang, maka akan kembali ke pekerjaannya sehari-hari sebagai pedagang.

9. Wali Khatam
Khatam berarti penutup. Jumlahnya hanya seorang dalam setiap masa. Wali Khatam bertugas menguasai dan mengurus wilayah kekuasaan ummat nabi Muhammd saw. Jumlah para Auliya yang berada dalam manzilah-manzilah ada 356 sosok, yang mereka itu ada dalam kalbu Adam, Nuh, Ibrahim, Jibril, Mikail, dan Israfil. Dan ada 300, 40, 7, 5, 3 dan 1. Sehingga jumlah kerseluruhan 356 tokoh. Hal ini menurut kalangan Sufi karena adanya hadits yang menyebut demikian.

Sedangkan menurut Syaikh al-Akbar Muhyiddin ibnu 'Arabi (menurut beliau muncul dari mukasyafah) maka jumlah keseluruhan Auliya yang telah disebut diatas, sampai berjumlah 589 orang. Diantara mereka ada satu orang yang tidak mesti muncul setiap zaman, yang disebut sebagai al-Khatamul Muhammadi, sedangkan yang lain senantiasa ada di setiap zaman tidak berkurang dan tidak bertambah. Al-Khatamul Muhammadi pada zaman ini (zaman Muhyiddin ibnu 'Arabi), kami telah melihatnya dan mengenalnya (semoga Allah menyempurnakan kebahagiaannya), saya tahu ia ada di Fes (Marokko) tahun 595 H. Sementara yang disepakati kalangan Sufi, ada 6 lapisan para Auliya, yaitu para Wali: Ummahat, Aqthab, A'immah, Autad, Abdal, Nuqaba dan Nujaba.

Pada pertanyaan lain : Siapa yang berhak menyandang Khatamul Auliya sebagaimana gelar Khatamun Nubuwwah yang disandang oleh Nabi Muhammad saw?. Ibnu Araby menjawab : Al-Khatam itu ada dua: Allah menutup Kewalian (mutlak), dan Allah menutup Kewalian Muhammadiyah. Penutup Kewalian mutlak adalah Nabi Isa Alaihissalaam. Dia adalah Wali dengan Nubuwwah Mutlak, yang kelak turun di era ummat ini, dimana turunnya di akhir zaman, sebagai pewaris dan penutup, dimana tidak ada Wali dengan Nubuwwah Mutlak setelah itu. Ia disela oleh Nubuwwah Syari'at dan Nubuwwah Risalah. Sebagaimana Nabi Muhammad saw sebagai Penutup Kenabian, dimana tidak ada lagi Kenabian Syariat setelah itu, walau pun setelah itu masih turun seperti Nabi Isa, sebagai salah satu dari Ulul 'Azmi dari para Rasul dan
Nabi mulia. Maka turunnya Nabi Isa sebagai Wali dengan Nubuwwah mutlaknya, tetapi aturannya mengikuti aturan Nabi Muhammad saw, bergabung dengan para Wali dari ummat Nabi Muhammad lainnya. Ia termasuk golongan kita dan pemuka kita.

Pada mulanya, ada Nabi, yaitu Adam as. Dan akhirnya juga ada Nabi, yaitu Nabi Isa, sebagai Nabi Ikhtishah (kekhususan), sehingga Nabi Isa kekal di hari mahsyar ikut terhampar dalam dua hamparan mahsyar. Satu Mahsyar bersama kita, dan satu mahsyar bersama para Rasul dan para Nabi.

Adapun Penutup Kewalian Muhammadiyah, saat ini (zaman Muhyiddin ibnu 'Arabi) ada pada seorang dari bangsa Arab yang memiliki kemuliaan sejati. Saya kenal di tahun 595 H. Saya melihat tanda rahasia yang diperlihatkan oleh Allah Ta'ala pada saya dari kenyataan ubudiyahnya, dan saya lihat itu di kota Fes, sehingga saya melihatnya sebagai Penutup Kewalian Muhammadiyah darinya. Dan Allah telah mengujinya dengan keingkaran berbagai kalangan padanya, mengenai hakikat Allah dalam sirr-nya.

Sebagaimana Allah menutup Nubuwwah Syariat dengan Nabi Muhammad SAW, begitu juga Allah menutup Kewalian Muhammadi, yang berhasil mewarisi Al-Muhammadiyah, bukan diwarisi dari para Nabi. Sebab para Wali itu ada yang mewarisi Ibrahim, Musa, dan Nabi Isa, maka mereka itu masih kita dapatkan setelah munculnya Khatamul Auliya’ Muhammadi, dan setelah itu tidak ada lagi Wali pada Kalbu Muhammad saw. Inilah arti dari Khatamul Wilayah al-Muhammadiyah. Sedangkan Khatamul Wilayah Umum, dimana tidak ada lagi Wali setelah itu, ada pada Nabi Isa Alaissalam. Dan kami menemukan sejumlah kalangan sebagai Wali pada Kalbu Nabi Isa As, dan sejumlah Wali yang berada dalam Kalbu para Rasul lainnya.

Dilain tempat, Ibnu 'Arabi mengatakan bahwa dirinyalah yang menjadi Segel (Penutup) Kewalian Muhammad. Beberapa wali yang pernah mencapai derajat wali Quthub al-Aqthab (Quthub al-Ghaus) pada masanya :
- Sayyid Hasan ibnu Ali ibnu Abi Thalib
- Khalifah Umar ibnu Abdul Aziz
- Syaikh Yusuf al-Hamadani
- Syaikh Abdul Qadir al-Jilani
- Syaikh Ahmad al-Rifa'i
- Syaikh Abdus Salam ibnu Masyisy
- Syaikh Ahmad Badawi
- Syaikh Abu Hasan asy-Syazili
- Syaikh Muhyiddin ibnu Arabi
- Syaikh Muhammad Bahauddin an-Naqsabandi
- Syaikh Ibrahim Addusuqi
- Syaikh Jalaluddin Rumi

Syaikh Abdul Qadir al-Jilani
Beliau pernah berkata Kakiku ada diatas kepala seluruh wali. Menurut Abdul Rahman Jami dalam kitabnya yang berjudul Nafahat Al-Uns, bahwa beberapa wali terkemuka diberbagai abad sungguh-sungguh meletakkan kepala mereka dibawah kaki Syaikh Abdul Qadir al-Jilani.

Syaikh Ahmad al-Rifa'i
Sewaktu beliau pergi Haji, ketika berziarah ke Maqam Nabi Muhammad Saw, maka Nampak tangan dari dalam kubur Nabi bersalaman dengan beliau dan beliau pun terus mencium tangan Nabi SAW yang mulia itu. Kejadian itu dapat disaksikan oleh orang ramai yang juga berziarah ke Maqam Nabi Saw tersebut. Salah seorang muridnya berkata : “Ya Sayyidi! Tuan Guru adalah Quthub”. Jawabnya; “Sucikan olehmu syak mu daripada Quthubiyah”. Kata murid: “Tuan Guru adalah Ghaus!”. Jawabnya: “Sucikan syakmu daripada Ghausiyah”.

Al-Imam Sya’roni mengatakan bahwa yang demikian itu adalah dalil bahwa Syaikh Ahmad al-Rifa'i telah melampaui “Maqamat” dan “Athwar” karena Qutub dan Ghauts itu adalah Maqam yang maklum (diketahui umum).

Sebelum wafat beliau telah menceritakan kapan waktunya akan meninggal dan sifat-sifat hal ihwalnya beliau. Beliau akan menjalani sakit yang sangat parah untuk menangung bilahinya para makhluk. Sabdanya, Aku telah di janji oleh Allah, agar nyawaku tidak melewati semua dagingku (daging harus musnah terlebih dahulu). Ketika Sayyidi Ahmad Al-Rifa’i sakit yang mengakibatkan kewafatannya, beliau berkata, “Sisa umurku akan kugunakan untuk menanggung bilahi agungnya para makhluk.

Kemudian beliau menggosok-ngosokkan wajah dan uban rambut beliau dengan debu sambil menangis dan beristighfar . Yang dideritai oleh Sayyidi Ahmad Al-Rifa’i ialah sakit “Muntah Berak”. Setiap hari tak terhitung banyaknya kotoran yang keluar dari dalam perutnya. Sakit itu dialaminya selama sebulan. Hingga ada yang tanya, Kok, bisa sampai begitu banyaknya yang keluar, dari mana ya kanjeng syaikh. Padahal sudah dua puluh hari tuan tidak makan dan minum.

Beliau menjawab, Karena ini semua dagingku telah habis, tinggal otakku, dan pada hari ini nanti juga akan keluar dan besok aku akan menghadap Sang Maha Kuasa. Setelah itu ketika wafatnya, keluarlah benda yang putih kira-kira dua tiga kali terus berhenti dan tidak ada lagi yang keluar dari perutnya. Demikian mulia dan besarnya pengorbanan Aulia Allah ini sehingga sanggup menderita sakit menanggung bala yang sepatutnya tersebar ke atas manusia lain.

Wafatlah Wali Allah yang berbudi pekerti yang halus lagi mulia ini pada hari Kamis waktu duhur 12 Jumadil Awal tahun 570 Hijrah. Riwayat yang lain mengatakan tahun 578 Hijrah.

Syaikh Ahmad Badawi
Setiap hari, dari pagi hingga sore, beliau menatap matahari, sehingga kornea matanya merah membara. Apa yang dilihatnya bisa terbakar, khawatir terjadinya hal itu, saat berjalan ia lebih sering menatap langit, bagaikan orang yang sombong. Sejak masa kanak kanak, ia suka berkhalwat dan riyadhoh, pernah empat puluh hari lebih perutnya tak terisi makanan dan minuman. Ia lebih memilih diam dan berbicara dengan bahasa isyarat, bila ingin berkomunikasi dengan seseorang. Ia tak sedetikpun lepas dari kalimat toyyibah, berdzikir dan bersholawat.

Pada usia dini beliau telah hafal Al-Quran, untuk memperdalam ilmu agama ia berguru kepada syaikh Abdul Qadir al-Jailani dan syaikh Ahmad Rifai. Suatu hari, ketika beliau telah sampai ketingkatannya, Syaikh Abdul Qadir al-Jailani, menawarkan kepadanya: “Manakah yang kau inginkan ya Ahmad Badawi, kunci Masyriq atau Maghrib, akan kuberikan untukmu”, hal yang sama juga diucapkan oleh gurunya Syaikh Ahmad Rifai, dengan lembut, dan karna menjaga tatakrama murid kepada gurunya, ia menjawab; Aku tak mengambil kunci kecuali dari al-Fattah (Allah ).

Peninggalan syaikh Ahmad Badawi yang sangat utama, yaitu bacaan shalawat badawiyah sughro dan shalawat badawiyah kubro.

Syaikh Abu Hasan asy-Syazili
Keramat itu tidak diberikan kepada orang yang mencarinya dan menuruti keinginan nafsunya dan tidak pula diberikan kepada orang yang badannya digunakan untuk mencari keramat. Yang diberi keramat hanya orang yang tidak merasa diri dan amalnya, akan tetapi dia selalu tersibukkan dengan pekerjaan-pekerjaan yang disenangi Allah dan merasa mendapat anugerah (fadhal) dari Allah semata, tidak menaruh harapan dari kebiasaan diri dan amalnya.

Di antara keramatnya para Shiddiqin ialah :
1. Selalu taat dan ingat pada Allah swt. secara istiqamah (kontinu).
2. Zuhud (meninggalkan hal-hal yang bersifat duniawi).
3. Bisa menjalankan perkara yang luar bisa, seperti melipat bumi, berjalan di atas air dan sebagainya.

Diantara keramatnya Wali Qutub ialah :
1. Mampu memberi bantuan berupa rahmat dan pemeliharaan yang khusus dari Allah swt.
2. Mampu menggantikan Wali Qutub yang lain.
3. Mampu membantu malaikat memikul Arsy.
4. Hatinya terbuka dari haqiqat dzatnya Allah swt. dengan disertai sifat-sifat-Nya.

Beliau pernah dimintai penjelasan tentang siapa saja yang menjadi gurunya. Kemudian beliau menjawab, Guruku adalah Syaikh Abdus Salam ibnu Masyisy, akan tetapi sekarang aku sudah menyelami dan minum sepuluh lautan ilmu. Lima dari bumi yaitu dari Rasululah saw, Abu Bakar r.a, Umar bin Khattab r.a, Usman bin Affan r.a dan Ali bin Abi Thalib r.a, dan lima dari langit yaitu dari malaikat Jibril, Mika'il, Isrofil, Izro'il dan ruh yang agung.

Beliau pernah berkata, Aku diberi tahu catatan muridku dan muridnya muridku, semua sampai hari kiamat, yang lebarnya sejauh mata memandang, semua itu mereka bebas dari neraka. Jikalau lisanku tak terkendalikan oleh syariat, aku pasti bisa memberi tahu tentang kejadian apa saja yang akan terjadi besok sampai hari kiamat. Syekh Abu Abdillah Asy-Syathibi berkata, Aku setiap malam banyak membaca Radiyallahu'an Asy-Syekh Abul Hasan dan dengan ini aku berwasilah meminta kepada Allah swt apa yang menjadi hajatku, maka terkabulkanlah apa saja permintaanku.

Lalu aku bermimpi bertemu dengan Nabi Muhammad saw. dan aku bertanya, Ya Rasulallah, kalau seusai shalat lalu berwasilah membaca Radiya Allahu ˜An Asy-Syaikh Abu Hasan dan aku meminta apa saja kepada Allah swt, apa yang menjadi kebutuhanku lalu dikabulkan, seperti hal tersebut apakah diperbolehkan atau tidak?. Lalu Nabi saw menjawab, Abu Hasan itu anakku lahir batin, anak itu bagian yang tak terpisahkan dari orang tuanya, maka barang siapa bertawassul kepada Abu Hasan, maka berarti dia sama saja bertawassul kepadaku.

Peninggalan syaikh Abu Hasan asy-Syazili yang sangat utama, yaitu Hizib Nashr dan Hizib Bahar. Orang yang mengamalkan Hizib Bahar dengan istiqomah, akan mendapat perlindungan dari segala bala. Bahkan, bila ada orang yang bermaksud jahat mau menyatroni rumahnya, ia akan melihat lautan air yang sangat luas. Si penyatron akan melakukan gerak renang layaknya orang yang akan menyelamatkan diri dari daya telan samudera. Bila di waktu malam, ia akan terus melakukan gerak renang sampai pagi tiba dan pemilik rumah menegurnya. Hizib Bahar ditulis syaikh Abu Hasan asy-Syazili di Laut Merah (Laut Qulzum). Di laut yang membelah Asia dan Afrika itu syaikh Abu Hasan asy-Syazili pernah berlayar menumpang perahu. Di tengah laut tidak angin bertiup, sehingga perahu tidak bisa berlayar selama beberapa hari. Dan, beberapa saat kemudian Syaikh al-Syadzili melihat Rasulullah. Beliau datang membawa kabar gembira. Lalu, menuntun syaikh Abu Hasan asy-Syazili melafazkan doa-doa. Usai syaikh Abu Hasan asy-Syazili membaca doa, angin bertiup dan kapal kembali berlayar.

SYEKH KHOLIL BANGKALAN MADURA



KH Muhammad Khalil bin Kiyai Haji Abdul Lathif bin Kiyai Hamim bin Kiyai Abdul Karim bin Kiyai Muharram bin Kiyai Asrar Karamah bin Kiyai Abdullah bin Sayid Sulaiman.
 
Sayid Sulaiman adalah cucu Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati Cirebon. Syarif Hidayatullah itu putera Sultan Umdatuddin Umdatullah Abdullah yang memerintah di Cam (Campa). Ayahnya adalah Sayid Ali Nurul Alam bin Sayid Jamaluddin al-Kubra. 
Biografi Keilmuwan
KH. Muhammad Kholil dilahirkan pada 11 Jamadilakhir 1235 Hijrahatau 27 Januari 1820 Masihi di Kampung Senenan, Desa Kemayoran, Kecamatan Bangkalan, Kabupaten Bangkalan, Pulau Madura, Jawa Timur. Beliau berasal dari keluarga Ulama dan digembleng langasung oleh ayah Beliau. Setelah menginjak dewasa beliau ta’lim diberbagai pondok pesantren. Sekitar 1850-an, ketika usianya menjelang tiga puluh, Kiyai Muhammad Khalil belajar kepada Kiyai Muhammad Nur di Pondok-pesantren Langitan, Tuban, Jawa Timur. Dari Langitan beliau pindah ke Pondok-pesantren Cangaan, Bangil, Pasuruan. Kemudian beliau pindah ke Pondok-pesantren Keboncandi. Selama belajar di pondok-pesantren ini beliau belajar pula kepada Kiyai Nur Hasan yang menetap di Sidogiri, 7 kilometer dari Keboncandi. Kiyai Nur Hasan ini, sesungguhnya, masih mempunyai pertalian keluarga dengannya.

Sewaktu menjadi Santri KH Muhammad Kholil telah menghafal beberapa matan, seperti Matan Alfiyah Ibnu Malik (Tata Bahasa Arab). disamping itu juga beliau juga seorang hafiz al-Quran . Beliau mampu membaca alqur’an dalam Qira’at Sab’ah (tujuh cara membaca al-Quran).

Pada 1276 Hijrah/1859 Masihi, KH Muhammad Khalil Belajar di Mekah. Di Mekah KH Muhammad Khalil al-Maduri belajar dengan Syeikh Nawawi al-Bantani(Guru Ulama Indonesia dari Banten). Di antara gurunya di Mekah ialah Syeikh Utsman bin Hasan ad-Dimyathi, Saiyid Ahmad bin Zaini Dahlan, Syeikh Mustafa bin Muhammad al-Afifi al-Makki, Syeikh Abdul Hamid bin Mahmud asy-Syarwani. Beberapa sanad hadis yang musalsal diterima dari Syeikh Nawawi al-Bantani dan Abdul Ghani bin Subuh bin Ismail al-Bimawi (Bima, Sumbawa). KH.Muhammad Kholil Sewaktu Belajar di Mekkah Seangkatan dengan KH.Hasym Asy’ari,KH.Wahab Hasbullah dan KH.Muhammad Dahlan namum Ulama-ulama Dahulu punya kebiasaan Memanggil Guru sesama Rekannya, dan KH.Muhammad KHolil yang dituakan dan dimuliakan di antara mereka.
Sewaktu berada di Mekah untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, KH.Muhammad Khalil bekerja mengambil upah sebagai penyalin kitab-kitab yang diperlukan oleh para pelajar. Diriwayatkan bahwa pada waktu itulah timbul ilham antara mereka bertiga, yaitu: Syeikh Nawawi al-Bantani, Kiyai Muhammad Khalil al-Maduri dan Syeikh Saleh as-Samarani (Semarang) menyusun kaidah penulisan huruf Pegon. Huruf Pegon ialah tulisan Arab yang digunakan untuk tulisan dalam bahasa Jawa, Madura dan Sunda. Huruf Pegon tidak ubahnya tulisan Melayu/Jawi yang digunakan untuk penulisan bahasa Melayu.
Kiyai Muhammad Khalil cukup lama belajar di beberapa pondok-pesantren di Jawa dan Mekah, maka sewaktu pulang dari Mekah, beliau terkenal sebagai ahli/pakar nahwu, fiqih, thariqat ilmu-ilmu lainnya.

Untuk mengembangkan pengetahuan keislaman yang telah diperolehnya, Kiyai Muhammad Khalil selanjutnya mendirikan pondok-pesantren di Desa Cengkebuan, sekitar 1 kilometer arah Barat Laut dari desa kelahirannya. KH. Muhammad Khalil al-Maduri adalah seorang ulama yang bertanggungjawab terhadap pertahanan, kekukuhan dan maju-mundurnya agama Islam dan bangsanya. Beliau sadar benar bahwa pada zamannya, bangsanya adalah dalam suasana terjajah oleh bangsa asing yang tidak seagama dengan yang dianutnya.

Beliau dan keseluruhan suku bangsa Madura seratus persen memeluk agama Islam, sedangkan bangsa Belanda, bangsa yang menjajah itu memeluk agama Kristian. Sesuai dengan keadaan beliau sewaktu pulang dari Mekah telah berumur lanjut, tentunya Kiyai Muhammad Khalil tidak melibatkan diri dalam medan perang, memberontak dengan senjata tetapi mengkaderkan pemuda di pondok pesantren yang diasaskannya. Kiyai Muhammad Khalil sendiri pernah ditahan oleh penjajah Belanda kerana dituduh melindungi beberapa orang yang terlibat melawan Belanda di pondok pesantrennya. beberapa tokoh ulama maupun tokoh-tokoh kebangsaan lainnya yang terlibat memperjuangkan kemerdekaan Indonesia tidak sedikit yang pernah mendapat pendidikan dari Kiyai Muhammad Khalil al-Maduri.

KH.Ghozi menambahkan, dalam peristiwa 10 November, Mbah Kholil, sapan KH Kholill bersama kiai-kiai besar seperti Bisri Syansuri, Hasyim Asy’ari, Wahab Chasbullah dan Mbah Abas Buntet Cirebon, mengerahkan semua kekuatan gaibnya untuk melawan tentara Sekutu.
Hizib-hizib yang mereka miliki, dikerahkan semua untuk menghadapi lawan yang bersenjatakan lengkap dan modern. Sebutir kerikil atau jagung pun, di tangan kiai-kiai itu bisa difungsikan menjadi bom berdaya ledak besar.

Tak ketinggalan, Mbah Kholil mengacau konsentrasi tentara Sekutu dengan mengerahkan pasukan lebah gaib piaraannya. Di saat ribuan ekor lebah menyerang, konsentrasi lawan buyar.
Saat konsentrasi lawan buyar itulah, pejuang kita gantian menghantam lawan. ”Hasilnya terbukti, dengan peralatan sederhana, kita bisa mengusir tentara lawan yang senjatanya super modern. Tapi sayang, peran ulama yang mengerahkan kekuatan gaibnya itu, tak banyak dipublikasikan,” papar Kiai Ghozi, cucu KH Wahab Chasbullah ini.

Kesaktian lain dari Mbah Kholil, adalah kemampuannya membelah diri. Dia bisa berada di beberapa tempat dalam waktu bersamaan.
Pernah ada peristiwa aneh saat beliau mengajar di pesantren. Saat berceramah, Mbah Kholil melakukan sesuatu yang tak terpantau mata. ”Tiba-tiba baju dan sarung beliau basah kuyub,” cerita kh Ghozi.
Para santri heran. Sedangkan beliau sendiri cuek, tak mau menceritakan apa-apa. Langsung ngloyor masuk rumah, ganti baju.

Teka-teki itu baru terjawab setengah bulan kemudian. Ada seorang nelayan sowan Mbah Kholil. Dia mengucapkan terimakasih, karena saat perahunya pecah di tengah laut, langsung ditolong Mbah Kholil.
”Kedatangan nelayan itu membuka tabir. Ternyata saat memberi pengajian, Mbah Kholil dapat pesan agar segera ke pantai untuk menyelamatkan nelayan yang perahunya pecah. Dengan karomah yang dimiliki, dalam sekejap beliau bisa sampai laut dan membantu si nelayan itu,” papar kh Ghozi yang kini tinggal di Wedomartani Ngemplak Sleman ini.

di antara sekian banyak murid Kh Muhammad Khalil al-Maduri yang cukup menonjol dalam sejarah perkembangan agama Islam dan bangsa Indonesia ialah Kh Hasyim Asy’ari (pendiri Pondok-pesantren Tebuireng, Jombang, dan pengasas Nahdhatul Ulama / NU) Kiyai Haji Abdul Wahhab Hasbullah (pendiri Pondok-pesantren Tambakberas, Jombang); Kiyai Haji Bisri Syansuri (pendiri Pondok-pesantren Denanyar); Kiyai Haji Ma’shum (pendiri Pondok-pesantren Lasem, Rembang, adalah ayahanda Kiyai Haji Ali Ma’shum), Kiyai Haji Bisri Mustofa (pendiri Pondok-pesantren Rembang); dan Kiyai Haji As’ad Syamsul `Arifin (pengasuh Pondok-pesantren Asembagus, Situbondo).

Karomah syehk Kholil Bangkalan
Istilah karomah berasal dari bahasa Arab. Secara bahasa berarti mulia, Syaikh Thohir bin Sholeh Al-Jazairi mengartikan kata karomah adalah perkara luar biasa yang tampak pada seorang wali yang tidak disertai dengan pengakuan seorang Nabi. [Thohir bin Sholeh Al-Jazairi, Jawahirul Kalamiyah, terjemahan Jakfar Amir, Penerbit Raja Murah Pekalongan, hal. 40].

Sementara ini ada dua kisah yang bisa saya cuplikkan yaitu:
1. KISAH PENCURI TIMUN TIDAK BISA DUDUK
Diantara karomah KH. Kholil adalah pada suatu hari petani timun di daerah Bangkalan sering mengeluh. Setiap timun yang siap dipanen selalu kedahuluan dicuri maling. Begitu peristiwa itu terus menerus. Akhirnya petani timun itu tidak sabar lagi, setelah bermusuyawarah, maka diputuskan untuk sowan ke Kiai Kholil. Sesampainya di rumah Kiai Kholil, sebagaimana biasanya Kiai sedang mengajarkan kitab nahwu Kitab tersebut bernama Jurumiyah, suatu kitab tata bahasa Arab tingkat pemula.
“Assalamu’alaikum, Kiai,” ucap salam para petani serentak.
“Wa’alaikum salam wr.wb., “ Jawab Kiai Kholil.
Melihat banyaknya petani yang datang. Kiai bertanya :
“Sampean ada keperluan, ya?”
“Benar, Kiai. Akhir-akhir ini ladang timun kami selalu dicuri maling, kami mohon kepada Kiai penangkalnya.” Kata petani dengan nada memohon penuh harap.
Ketika itu, kitab yang dikaji oleh Kiai kebetulan sampai pada kalimat “qoma zaidun” yang artinya “zaid telah berdiri”. Lalu serta merta Kiai Kholil berbicara sambil menunjuk kepada huruf “qoma zaidun”.
“Ya.., Karena pengajian ini sampai ‘qoma zaidun’, ya ‘qoma zaidun’ ini saja pakai penangkal.” Seru Kiai dengan tegas dan mantap.
“Sudah, pak Kiai?” Ujar para petani dengan nada ragu dan tanda Tanya.
“Ya sudah.” Jawab Kiai Kholil menandaskan. Mereka puas mendapatkan penangkal dari Kiai Kholil. Para petani pulang ke rumah mereka masing-masing dengan keyakinan kemujaraban penangkal dari Kiai Kholil.
Keesokan harinya, seperti biasanya petani ladang timun pergi ke sawah masing-masing. Betapa terkejutnya mereka melihat pemandangan di hadapannya. Sejumlah pencuri timun berdiri terus menerus tidak bisa duduk. Maka tak ayal lagi, semua maling timun yang selama ini merajalela diketahui dan dapat ditangkap. Akhirnya penduduk berdatangan ingin melihat maling yang tidak bisa duduk itu, semua upaya telah dilakukan, namun hasilnya sis-sia. Semua maling tetap berdiri dengan muka pucat pasi karena ditonton orang yang semakin lama semakin banyak.
Satu-satunya jalan agar para maling itu bisa duduk, maka diputuskan wakil petani untuk sowan ke Kiai Kholil lagi. Tiba di kediaman Kiai Kholil, utusan itu diberi obat penangkal. Begitu obat disentuhkan ke badan maling yang sial itu, akhirnya dapat duduk seperti sedia kala. Dan para pencuri itupun menyesal dan berjanji tidak akan mencuri lagi di ladang yang selama ini menjadi sasaran empuk pencurian. Maka sejak saat itu, petani timun di daerah Bangkalan menjadi aman dan makmur. Sebagai rasa terima kasih kepada Kiai kholil, mereka menyerahkan hasil panenannya yaitu timun ke pondok pesantren berdokar-dokar. Sejak itu, berhari-hari para santri di pondok kebanjiran timun, dan hampir-hampir di seluruh pojok-pojok pondok pesantren dipenuhi dengan timun.

2. KISAH KETINGGALAN KAPAL LAUT
Kejadian ini pada musim haji. Kapal laut pada waktu itu, satu-satunya angkutan menuju Makkah, semua penumpang calon haji naik ke kapal dan bersiap-siap, tiba-tiba seorang wanita berbicara kepada suaminya :
“Pak, tolong saya belikan anggur, saya ingin sekali,” ucap istrinya dengan memelas.
“Baik, kalau begitu. Mumpung kapal belum berangkat, saya akan turun mencari anggur,” jawab suaminya sambil bergegas di luar kapal.
Setelah suaminya mencari anggur di sekitar ajungan kapal, nampaknya tidak ditemui penjual anggur seorangpun. Akhirnya dicobanya masuk ke pasar untuk memenuhi keinginan istrinya tercinta. Dan meski agak lama, toh akhirnya anggur itu didapat juga. Betapa gembiranya sang suami mendapatkan buah anggur itu. Dengan agak bergegas, dia segera kembali ke kapal untuk menemui isterinya. Namun betapa terkejutnya setelah sampai ke ajungan kapal yang akan ditumpangi semakin lama semakin menjauh. Sedih sekali melihat kenyataan ini. Duduk termenung tidak tahu apa yang mesti diperbuat.
Disaat duduk memikirkan nasibnya, tiba-tiba ada seorang laki-laki datang menghampirinya. Dia memberikan nasihat: “Datanglah kamu kepada Kiai Kholil Bangkalan, utarakan apa musibah yang menimpa dirimu !” ucapnya dengan tenang.
“Kiai Kholil?” pikirnya.
“Siapa dia, kenapa harus kesana, bisakah dia menolong ketinggalan saya dari kapal?” begitu pertanyaan itu berputar-putar di benaknya.
“Segeralah ke Kiai kholil minta tolong padanya agar membantu kesulitan yang kamu alami, insya Allah.” Lanjut orang itu menutup pembiocaraan.
Tanpa pikir panjang lagi, berangkatlah sang suami yang malang itu ke Bangkalan. Setibanya di kediaman Kiai Kholil, langsung disambut dan ditanya :
“Ada keperluan apa?”
Lalu suami yang malang itu menceritakan apa yang dialaminya mulai awal hingga datang ke Kiai Kholil.
Tiba-tiba Kiai berkata :
“Lho, ini bukan urusan saya, ini urusan pegawai pelabuhan. Sana pergi!”
Lalu suami itu kembai dengan tangan hampa.
Sesampainya di pelabuhan sang suami bertemu lagi dengan orang laki-laki tadi yang menyuruh ke Kiai Kholil lalu bertanya: ”Bagaimana? Sudah bertemu Kiai Kholil ?”
“Sudah, tapi saya disuruh ke petugas pelabuhan” katanya dengan nada putus asa.
“Kembali lagi, temui Kiai Kholil !” ucap orang yang menasehati dengan tegas tanpa ragu. Maka sang suami yang malang itupun kembali lagi ke Kiai Kholil. Begitu dilakukannya sampai berulang kali. Baru setelah ke tiga kalinya, Kiai Kholil berucap, “Baik kalau begitu, karena sampeyan ingin sekali, saya bantu sampeyan.”
“Terima kasih Kiai,” kata sang suami melihat secercah harapan.
“Tapi ada syaratnya.” Ucap Kiai Kholil.
“Saya akan penuhi semua syaratnya.” Jawab orang itu dengan sungguh-sungguh.
Lalu Kiai berpesan: “Setelah ini, kejadian apapun yang dialami sampeyan jangan sampai diceritakan kepada orang lain, kecuali saya sudah meninggal. Apakah sampeyan sanggup?” pesan dan tanya Kiai seraya menatap tajam.
“Sanggup, Kiai, “ jawabnya spontan.
“Kalau begitu ambil dan pegang anggurmu pejamkan matamu rapat-rapat,” Kata Kiai Kholil.
Lalu sang suami melaksanakan perintah Kiai Kholil dengan patuh. Setelah beberapa menit berlalu dibuka matanya pelan-pelan. Betapa terkejutnya dirinya sudah berada di atas kapal lalu yang sedang berjalan. Takjub heran bercampur jadi satu, seakan tak mempercayai apa yang dilihatnya. Digosok-gosok matanya, dicubit lengannya. Benar kenyataan, bukannya mimpi, dirinya sedang berada di atas kapal. Segera ia temui istrinya di salah satu ruang kapal.
“Ini anggurnya, dik. Saya beli anggur jauh sekali” dengan senyum penuh arti seakan tidak pernah terjadi apa-apa dan seolah-olah datang dari arah bawah kapal. Padahal sebenarnya dia baru saja mengalami peristiwa yang dahsyat sekali yang baru kali ini dialami selam hidupnya. Terbayang wajah Kiai Kholil. Dia baru menyadarinya bahwa beberapa saat yang alalu, sebenarnya dia baru saja berhadapan dengan seseorang yang memiliki karomah yang sangat luar biasa.

di antara sekian banyak murid Kh Muhammad Khalil al-Maduri yang cukup menonjol dalam sejarah perkembangan agama Islam dan bangsa Indonesia ialah Kh Hasyim Asy’ari (pendiri Pondok-pesantren Tebuireng, Jombang, dan pengasas Nahdhatul Ulama / NU) Kiyai Haji Abdul Wahhab Hasbullah (pendiri Pondok-pesantren Tambakberas, Jombang); Kiyai Haji Bisri Syansuri (pendiri Pondok-pesantren Denanyar); Kiyai Haji Ma’shum (pendiri Pondok-pesantren Lasem, Rembang, adalah ayahanda Kiyai Haji Ali Ma’shum), Kiyai Haji Bisri Mustofa (pendiri Pondok-pesantren Rembang); dan Kiyai Haji As’ad Syamsul `Arifin (pengasuh Pondok-pesantren Asembagus, Situbondo). 

KH. Muhammad Khalil al-Maduri, wafat dalam usia yang lanjut 106 tahun, pada 29 Ramadan 1341 Hijrah/14 Mei 1923 Masihi.
 
source:

Ayo Perbanyak Solawat

download win hisab versi 2.96 via ziddu

SARKUB TECH MELEK IPTEK

UNIVERSITAS MENYAN INDONESIA

Santri

PISS - KTB

Total tayangan laman

4