Menanggapi permintaan kawan kami Zaenuri dari Donggala, Sulawesi Tengah, mengenai Lajnah Falakiyah Al Husiniyah Cakung, kami sajikan kutipan yang kiranya bisa sedikit membuka pemahaman mengenai rukyatul hilal di Cakung, Selamat menikmati (sekedar catatan, data sekaligus gambar dibuat medio 2010-an, mungkin akan ada banyak perubahan mengenai kondisi Cakung saat ini)
- Bisa
mohon diterangkan latar belakang pendidikan bapak dan darimana saja bapak
belajar falak?
Saya dulu kuliah di IAIN (kini menjadi UIN) Syarif
Hidayatullah, Ciputat, Jakarta tapi nggak selesai, kalau ilmu falak saya
belajar falak kepada paman saya KH. Ahmad Zainun, BA. Seorang pakar hisab
alumnus IAIN (kini menjadi UIN) Sunan Kalijaga, Jogjakarta sekaligus salah satu
pendiri LF Al Husiniyah Cakung. Selain hisab Sullam an-Nayyiroin saya juga
mempelajari Iqodzun Niyam, Khulashoh al-Wafiyah, Badi’at al-Mitsal, Ittifaq
Dzat al-Bain, Irsyad al-Murid, Fath Rouf al-Mannan, Almanak Nautika dan New
Comb. Hisab New Comb saya peroleh sewaktu belajar di Sukabumi sedangkan Ittifaq
Dzat al-Bain dan Irsyad al-Murid saya peroleh sewaktu belajar di Gresik kepada
alm. KH. Hasan Basri Sa’id.
- Apa
peran ustadz di Lajnah Falakiyah Al Husiniyah?
Saya hanya kebagian jatah perhitungan atau hisab
manual sedangkan Ust. Lukman mengurusi masalah pemrograman komputer dan
teropong termasuk pembuatan dan penyusunan website atau situs LF Al Husiniyah
Cakung karena kebetulan dia programmer alumni fak. Teknik Informatika
UIN. Syarif Hidayatullah, Ciputat, Jakarta. Adapun Ust. Rojali yang sekarang
menjadi mekanik teropong di Planetarium Jakarta kebagian jatah memprogram
teropong dan hisab atau perhitungan manual. Intinya saya gak berani ngeluarin
teropong kecuali mereka berdua (ust. Lukman dan Ust. Rojali).
- Omong-omong
apa Ustadz membuka pengajian juga?
Saya juga ngajar kitab falak Sullamun Nayyiroin
dan hadits Sunan Abu Daud hari Minggu, Selasa dan Kamis di rumah saya dan
majlis ini (majlis taklim al Husiniyah).
- Disamping
rukyatulhilal dengan bantuan patok kayu Apakah Lajnah Falakiyah Al
Husiniyah juga menggunakan bantuan alat lain?
Disamping dengan bantuan patok kayu kami juga
menggunakan teropong hasil sumbangan dari Depag (sekarang Kemenag) dan laptop
untuk memprogram sumbangan dari salah satu calon anggota dewan tapi kedua alat
itu jarang digunakan. Kami lebih sering menggunakan patok kayu.
- Kenapa
jarang menggunakan teropong atau teleskop?
Karena ketinggian hilal 5º di Indonesia tidak bisa
dilihat dengan teropong seperti yang saya dengar dari bapak Cecep Nurwendaya
sewaktu seminar di Islamic Centre.
- Bisa
dijelaskan merek dan spesifikasi teropong yang dipakai?
Lebih rincinya saya kurang tahu tapi nanti bisa
dilihat di lantai atas (ketiga). (beberapa menit setelah wawancara kurang lebih
pukul 16.05.51 WIB pewawancara diajak narasumber Ust. Nuryazid dan ketua LF. Al
Husiniyah KH. Ahmad Syafi’i Abdul Hamid ke lantai 3 untuk melihat teropong.
Merek teropong tersebut Meade tipe Schmidt – Cassegrain f/10, diameter atau D =
203,2 mm, focal length atau F = 2000 mm dan teropong model lama buatan China
tipe Coated Lens 750150, D = 150 mm, F = 750 mm).
- Dimanakah
sebenarnya letak geografis dan ketinggian sebenarnya Lajnah Falakiyah Al
Husiniyah?
Sebenarnya Lajnah Falakiyah Al Husiniyah Cakung
Jakarta Timur terletak dikoordinat -6º 59’ 38” LS dan 106º 56’ 30” BT (setelah
pewawancara cek lintangnya agak keliru, koordinat lintangnya terletak di -6º 9’
36” LS) terletak pada ketinggian -19 (setelah pewawancara cek lintangnya agak
keliru, menurut pengukuran yang dilakukan Sriyatin Shodiq -9 meter) dari
permukaan laut (dpl) bukan 28 meter dpl seperti yang tertera di situs Lajnah
Falakiyah Al Husiniyah Cakung Jakarta Timur. Pencantuman 28 meter dpl semata-mata mengikuti
ketinggian rata-rata kota Jakarta. Ketinggian -9 meter dari permukaan laut
(dpl) sebenarnya membawa keuntungan tersendiri bagi kami terutama perukyat
sebab logikanya semakin rendah posisi seorang pengamat dari permukaan laut maka
piringan hilal yang bisa dilihat semakin lebar karena sudut yang terbentuk
antara si pengamat dengan penampang piringan hilal semakin lebar.
- Tempat
rukyat disini tidak seperti lazimnya tempat rukyat karena bertempat di
gedung lantai 3 bukan di bibir pantai seperti Pelabuhan Ratu dan
lain-lain, apa ada alasan tersendiri kenapa memilih tempat ini?
Banyak orang salah kaprah mengira tempat rukyat di
laut lebih mudah daripada di darat padahal tempat rukyat di laut ada potensi
terjadinya fatamorgana dan pembiasan cahaya akibat persinggungan sinar matahari
dan horison atau ufuk di bibir pantai. Disamping itu posisi ufuk datar yang
datar malah menyulitkan perukyat sulit untuk memetakan posisi hilal jika sudah
ketahuan. Hal ini justru menyulitkan perukyat dalam menemukan dan memetakan
hilal.
- Dimana
lokasi rukyat Lajnah Falakiyah Al Husiniyah selain di gedung ini?
Dulu sekitar tahun 50-an (belakangan penulis ketahui
dari sumber lain yaitu buku berjudul Mengkompromikan Hisab dan Rukyat karangan
prof. Dr. Susiknan Azhari sekitar tahun 1956) lokasi rukyat berada di areal
persawahan yang sekarang menjadi pabrik milik PT. Astra (seraya menunjuk ke
arah selatan gedung LF. Al Husiniyah sekitar 400 m). Mulai tahun 1999 lokasi
dipindahkan di lantai 3 kediaman KH. Ahmad Syafi’i Abdul Hamid.
- Apa kitab yang dijadikan acuan dalam
perhitungan atau perhitungan Lajnah Falakiyah Al Husiniyah?
Kami menggunakan
perhitungan atau hisab Sullam an-Nayyiroin sebagai perhitungan dan
mengkomparasikan dengan kitab falak dan hisab modern lainnya seperti Khulashoh
al-Wafiyah, Badi’at al-Mitsal, Ittifaq Dzat al-Bain, Irsyad al-Murid, Fath Rouf
al-Mannan, Almanak Nautika dan New Comb.
- Sewaktu melewati jalan-jalan di area ini saya
melihat banyak pabrik dan rumah penduduk dan mendung yang sedikit banyak
pasti punya pengaruh terhadap kelancaran rukyat, bisa dijelaskan komentar
ustadz terhadap masalah ini?
Alhamdulillah
selama kita rukyat disini nggak ada masalah selama ketinggian hilal diatas 2º.
Kadang cuaca amat panas dan terik sehingga mengganggu pandangan mata dan
mengaburkan hilal, kadang juga mendung awan tebal biasa yang warnanya putih
tapi malah lebih enak dan mudah dilihat syaratnya bukan awan tebal yang hitam,
soalnya kalau awal tebak hitam tetap susah untuk dilihat. malahan di itulah
tadi saya bilang merukyat itu anugrah gak sembarangan orang bisa merukyat .Di Indonesia
pakar-pakar hisab banyak tapi jarang yang bisa rukyat kecuali di Jawa Timur
semisal alm. KH. Hasan Basri Sa’id dari Gresik.
- Kalau di Cakung sendiri, sekarang siapa pakar
rukyatnya?
Pertama Ust. H.
Muhammad Labib dan kakaknya yaitu Ust. Musfih Wujdi. Kalau mereka nggak bisa lihat kita semua gak bisa
lihat tapi kalo mereka lihat kita semua bisa liat. Bukannya mengikuti tapi kita
semua dipandu oleh mereka yang udah lihat Kalau mereka berdua melihat pasti
kita mengikuti, soalnya biasanya mereka duluan yang melihat hilal, caranya
mereka mengukur posisi hilal dengan patok kayu lalu kita dituntun untuk
mengikuti arah atau posisi hilal itu. Kalau bukan mereka biasanya sulit
sekalipun mencoba mengukur dengan menggunakan patok kecuali jika ketinggian
hilal sudah mencapai 8º. Disamping itu ada juga saat kondisi ’benter’ (panas sekali)
malah menyulitkan proses rukyatulhilal. Karena pembiasan dari matahari sangat
tinggi ini sangat menyulitkan proses pelaksanaan rukyatul hilal.
- Selain
mereka berdua siapa lagi?
Ust. Fikhan dan Ust. Ahmad Zaim. Mereka merupakan
tim rukyat di Lajnah Falakiyah Al Husiniyah.
- Kalau
pakar hisabnya siapa?
Saya sendiri dan Ust. Rojali.
- Kalau
dulu pakar hisab dan rukyatnya siapa?
Pertama alm. KH. Ahmad Taufik Abdul Hamid adiknya
KH. Ahmad Syafi’i Abdul Hamid dan kedua alm. KH. Muhammad Muhajirin Amsar Ad
Dariy tapi beliau pintar rukyat dan juga hisab tapi hanya hisab Sullam
an-Nayyiroin.
- Pakar
rukyatnya siapa?
Alm. KH. Abdullah Azhari ayah dari Ust. Hilmy
Abdullah Azhari, alm. KH. Abdul
Hamid Husain, alm. KH. Abdussalam Husain dan alm. KH. Badruddin Asmat ayah dari
Ahmad Hifdzillah Badruddin Asmat salah satu Humas LFNU Pusat.
- Pada
tahun 1427 H Cakung sempat mengklaim melihat hilal padahal menurut hisab
kontemporer hilal sangat sulit untuk dilihat karena berada pada ketinggian
0º sampai dengan 1º?
Waktu itu bukan hanya Cakung tapi juga Bangkalan.
Tahun 1427 H ada dua tempat yang mengklaim melihat hilal yaitu Cakung sebanyak
4 orang yang melihat dan Bangkalan 7 orang. Sayang ada isu berhembus Bangkalan
nggak disumpah oleh pengadilan setempat tapi ada yang bilang Bangkalan sudah
disumpah, mana yang benar saya nggak tahu pasti. Kalau di Cakung waktu itu yang
menyumpah kalau tidak salah wakil ketua Pengadilan Agama Jakarta Utara bapak
Drs. Damanhuri, SH. Kalau tahun 1428 H yang mengklaim melihat hilal adalah
Cakung dan pantai Anyer. Pada saat tahun 1427 dan 1428 hilal berada diatas ufuk
nggak ada yang dibawah ufuk menurut perhitungan kontemporer hilal berada pada
ketinggian 0º 30’0” atau 0º 35’0’.
Menurut perhitungan Sullam sendiri ketinggian hilal sudah mencapai 3º.
Sedang menurut perhitungan hakiki tahkiki berada pada ketinggian 2º sampai
dengan 3º.
- Punya
pengalaman rukyat di tempat lain?
Tanggal 3 (tanpa menyebut bulan karena lupa) saya
rukyat di Pelabuhan Ratu tapi malah sulit karena ada fatamorgana.
- Muncul
isu tahun ini (2010 M atau 1431 H) hisab Sullam an-Nayyiroin akan dihapus
dari Depag, bagaimana tanggapan ustadz?
Asal tahu aja
kitab Sullam an-Nayyiroin sudah ada sebelum perhitungan atau hisab modern
muncul.
- Apakah Cakung juga bekerjasama dengan
lambaga-lembaga lain dalam pelaksanaan rukyatulhilal?
Ya kami juga bekerja sama dengan lembaga lain
seperti Depag Jakarta Utara, NU Jakarta Utara, Dewan Dakwah dan MUI. Kami juga
kerja sama dengan pakar hisabrukyat dari Jawa Timur seperti KH. Kamil Chayan
(Gresik), Ahmad Khotib (Gresik), KH. Hasan Basri Sa’id (Gresik), KH. Jailani
Chudari (Bangkalan) dan KH. Soleh Hayat (Pasuruan).